Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pastikan akan mengawal keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (KLD) untuk memanfaatkan belanja pemerintah untuk menyerap produk dalam negeri (PDN).
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, sesuai dengan arahan presiden, pemanfaatan belanja harus dimaksimalkan untuk menyerap PDN sehingga dapat mengalirkan manfaat secara maksimal kepada aktivitas ekonomi dalam negeri.
Baca Juga: Menparekraf: Dorong Perekonomian dan Lapangan Kerja, 360 Event Digelar di Bali
"Merespons hal itu, pengawasan internal telah kami lakukan secara intensif untuk mengawal disiplin prioritas belanja pemerintah untuk PDN," ujar Ateh pada sambutanya di acara Rakornas Wasin 2022, Selasa (14/6/2022).
Ateh menyebut, sampai dengan triwulan I 2022 e-katalog masih didominasi oleh produk impor baik dari sisi produk tayang maupun realisasi transaksi. Namun, setelah terbitnya instruksi presiden (Inpres) 2 tahun 2022, kondisi mengalami perubahan.
Hal tersebut dapat dilihat dari catatan pada minggu ketiga Mei 2022 di mana PDN telah mendominasi produk tayang di e-katalog nasional, meskipun secara transaksi masih lebih tinggi produk impor.
"Alhamdullilah per 13 Juni 2022, PDN yang tayang di e-katalog dan transaksinya telah berhasil menyaingi produk impor," ujarnya.
Ateh melanjutkan, berdasarkan pengawasan BPKP, dari target sebesar Rp400 triliun serta komitmen KLD dan BUMN untuk menyerap PDN senilai Rp720,88 triliun, hingga 13 Juni 2022 telah terserap Rp180,72 triliun atau 25 persen dari komitmen.
Meskipun angka yang diserap tidak sedikit, Ateh menyebut ada beberapa permasalahan utama yang harus diselesaikan agar penyerapan makin besar.
"Pada tahap perencanaan KLD kesulitan mengidentifikasi belanja yang dapat dioptimalkan untuk menyerap produk dalam negeri. Ketiadaan daftar rujukan yang komprehensif mengenai PDN dengan TKDN yang baik menjadi salah satu penyebab sulitnya merencanakan belanja PDN," ungkapnya.
Sementara, pada tahap pelaksanaan masih terdapat produk impor yang diserap belanja pemerintah walaupun sudah terdapat PDN subtitusinya. Berdasarkan sampel pengujian atas 853 produk impor yang dibeli, sebanyak 560 produk atau 66 persen harganya lebih murah dibandingkan dengan produk lokal.
"Sementara itu, untuk belanja impor karena ketiadaan produk lokal pengganti, perlu segera didorong pengembangan industri lokal terkait," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: