Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Suku Bunga The Fed Naik, Sri Mulyani: Kita Perlu Hati-hati

Suku Bunga The Fed Naik, Sri Mulyani: Kita Perlu Hati-hati Kredit Foto: Kemenkeu
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan jawaban terkait dampak kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) ke Obligasi. Ia menyatakan bahwa saat ini Indonesia telah melihat kenaikan inflasi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sampai pada bulai Mei 2022 belum menurun, bahkan cenderung semakin tinggi. 

Terkait hal itu, Sri Mulyani mengungkapkan bahwa dirinya akan berhati-hati dalam penarikan penarikan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), di tengah tingginya suku bunga acuan The Fed.

Baca Juga: Cak Imin Lirik Sri Mulyani Jadi Cawapres, Alasannya Bikin Tercengang

Seperti diketahui, The Fed telah menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 1,5 hingga 1,75 persen pada hari Kamis (16/6/2022) dini hari.

"Karena memang kenaikan inflasi di AS yang bahkan semakin meningkat pasti akan direspon oleh policy," ujar Sri Mulyani saat ditemui di gedung DPR RI, di Jakarta.

Indonesia sebagai negara pengekspor komoditas unggulan seperti batubara dan kelapa sawit memperoleh keuntungan tersendiri, yang membuat penerimaan negara melonjak hingga Rp420 triliun. 

Di sisi lain, kenaikan harga-harga terutama barang bersubsidi seperti pangan dan energi memiliki dampak yang sangat besar.

"Dua hal itu yang akan terus dikelola agar tetap menjaga daya beli masyarakat, memulihkan ekonomi, dan dapat mengurangi defisit APBN," terang Sri Mulyani.

"Penting dalam kondisi cost of fund akan naik dengan kenaikan suku bunga the Fed dan tren di European Central Bank juga hal yang sama, keniscayaan itu pasti terjadi," tambahnya.

Ia melanjutkan, "Jadi, cara kita untuk melindungi APBN, melindungi ekonomi dengan mengurangi eksposure dari utang dengan menurunkan defisit".

Melalui Undang-undang Nomor 2 Tahun 2020, telah dinyatakan defisit APBN pada 2023 harus kembali di bawah 3 persen. Dan diharapkan di tahun ini defisit bisa lebih rendah dari target pemerintah, 4,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Baca Juga: Lewat Transisi LIBOR Perkuat Referensi Suku Bunga di Pasar Keuangan Domestik

"Pendanaannya karena penerimaan cukup kuat dan SILPA yang cukup kuat itu bisa mengurangi issuance kita dari surat berharga. Sehingga dengan kenaikan suku bunga, tapi kemudian issuance kita lebih sedikit, kita berharap debt to gdp ratio bisa kita turunkan. Defisit turun, pembiayaannya menjadi turun. Itu cara kita untuk mengamankan," terang Sri Mulyani.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Aldi Ginastiar

Bagikan Artikel: