"Artinya 96,4% itu mengandung BPA. Hanya 3,6% yang PET (Polietilena tereftalat)," kata Rita menyebut jenis kemasan plastik bebas dari BPA. "Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang."
Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), Sofyan S. Panjaitan, berpendapat semua pihak perlu mendukung dan mendorong lahirnya regulasi pelabelan BPA.
"Memang sudah hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan, khususnya via Label dan Iklan Pangan," katanya dalam sebuah pernyataan pekan lalu.
Terkait masih adanya penentangan dari kalangan industri atas regulasi pelabelan BPA, Sofyan menilai hal itu karena industri belum punya "usulan yang pas" atas redaksi pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang.
Dia sendiri berharap regulasi BPA nantinya bisa dikembangkan secara menyeluruh terhadap semua kemasan pangan berbahan plastik. Perbaikan tersebut, menurutnya, bisa berupa kewajiban pencantuman logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang tanpa terkecuali. Selain itu, dia menyarakan perlunya penambahan label dengan redaksi "Pilih Kemasan Plastik yang Aman Digunakan" atau yang senada serta pencantuman barcode yang memuat beragam informasi produk, termasuk masa berlaku, jenis kemasan dan produsen.
Senada dengan itu, Ketua Umum Asosiasi Pemasok dan Distributor Depot Air Minum Indonesia, organisasi yang mewadahi 60.000 depot air minum di seluruh Indonesia, Budi Dharmawan, menegaskan pelaku depot air minum selalu mendukung pemerintah dalam hal menjaga kesehatan konsumen.
"Sejak awal kami sudah menyatakan dukungan kami ke BPOM. Kami melihat bahwa pelabelan tersebut pada dasarnya demi keamanan Kesehatan konsumen dan dunia usaha justru mendatangkan keuntungan dengan pelabelan tersebut dengan cara mengadaptasi value chain dari bisnis itu sendiri," kata Budi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: