Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) merespons keluhan dan curhatan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) kepada Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko. Menurut Plt Sekretaris Utama (Sestama), Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Irjen Pol. Achmad Kartiko, S.IK.,MH, tuduhan Apjati tidaklah tepat.
"Kalau tuduhan tertundanya penempatan bagi PMI ke beberapa negara terhitung sejak tahun 2020 disalahkan kepada BP2MI, apa bedanya dengan pertanyaan publik terkait SPSK ke Timur Tengah yang tidak jalan? Kan Apjati pun waktu itu menjawab dengan alasan karena situasi pandemi Covid-19," ujar Kartiko, dalam siaran pers, dikutip Kamis (7/7/2022).
Baca Juga: Berangkatkan Lagi 207 PMI Korea Selatan, BP2MI Juga Dapat Dukungan DPR RI
Lanjutnya lagi, saat itu ada pertanyaan publik kenapa Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) sejak tahun 2018 tidak berjalan sampai hari ini? Apjati menjawab karena masalah Covid-19. Jadi, tuduhan Apjati menjadi tidak relevan yang terkesan ingin menyalahkan BP2MI. Pernyataan Apjati jelas terkesan sangat tendensius.
"Terkait penempatan PMI sektor Domestik, termasuk Taiwan. Selain karena Covid-19, BP2MI dan Taiwan terus-menerus melakukan perundingan 3 kali melalui pertemuan Joint Task Force yang bahkan dihadiri juga pihak Kemnaker RI dengan IETO-TETO. Dalam setiap pertemuan itu, BP2MI mendesak pihak Taiwan untuk melakukan 2 (dua) hal," tutur Kartiko.
Irjen Kartiko merinci dua hal tersebut. Pertama, BP2MI menuntut pihak Taiwan menaikan gaji PMI untuk sektor domestik yang sejak tahun 2017 tidak pernah mengalami kenaikan. Kedua, meminta agar pihak Taiwan menghilangkan Komponen biaya Fee Agency sebesar 60.000 NT$ atau sekitar 32 juta rupiah dari Surat Pernyataan Biaya Penempatan yang selama bertahun-tahun menjadi beban PMI.
"Karena itu beban PMI selama ini, kurang lebih 32 juta rupiah. Apa yang dilakukan BP2MI itu untuk kepentingan PMI. Harusnya ini yang direspons positif pihak Asosiasi Kalau mereka mau berjuang untuk PMI. Kalau mereka tidak merespons perjuangan BP2MI ini dengan positif, pertanyaannya asosiasi dan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) ini berpihak kepada siapa? Apakah berpihak kepada PMI atau hanya memikirkan kepentingan bisnisnya?" tutur Kartiko tegas.
"Alhamdulillah, pertemuan terakhir dalam Joint Task Force IETO-TETO yang juga dihadiri oleh Pihak Kemnaker RI, pihak Taiwan akhirnya menyetujui apa yang dituntut oleh BP2MI tentang kenaikan gaji dari 17.000 NT$ menjadi 20.000 NT$. Artinya, terjadi kenaikan 3.000 NT$ setiap bulannya untuk PMI kita. Kalau dihitung 3 tahun masa kontrak, PMI mendapatkan tambahan 54 juta rupiah. Ini kemenangan bagi PMI yang diperjuangkan BP2MI. Tidak mungkin Taiwan menyetujui jika kita tidak tekan Taiwan melalui Perbadan 09 tahun 2020 tentang pembebasan biaya penempatan," ujar Kartiko.
Kemenangan PMI, dan kemenangan negara, untuk kepentingan pekerja migran merupakan perjuangan serius. Tidak boleh ada pihak-pihak lain yang melakukan pembebanan biaya. Kartiko juga mengatakan BP2MI tegak lurus pada perintah undang-undang untuk memperjuangkan kepentingan Negara dan Pekerja Migran Indonesia.
"BP2MI adalah lembaga negara sehingga tidak mungkin keputusan lembaga negara lahir karena tekanan dan paksaan mereka yang tidak berpihak kepada kepentingan PMI," tegas Irjen Kartiko.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: