Iduladha punya makna tersendiri bagi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Ia mengaku takjub dengan kisah di balik perayaan tersebut karena mengajarkan banyak hal, utamanya nilai-nilai antikorupsi.
Menampilkan sejumlah aktor, yaitu Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail pada peran protagonis serta setan pada peran antagonis, kisah itu diakui tak pernah lekang dalam benak Firli.
“Cerita Nabi Ibrahim Alaihis Salam (AS) dan Ismail AS, kisah 25 nabi yang diceritakan ayah-ibu sewaktu saya kecil, sebagai dongeng pengantar tidur, di mana kisah menakjubkan ini, masih kuat melekat dalam benak dan ingatan saya,” kata Firli, Senin (11/7).
Menyelami kisah itu, Firli menyatakan keluarga Ibrahim tak pernah sekalipun melakukan korupsi, termasuk di saat krusial sewaktu menjalankan perintah Allah untuk menyembelih sang buah hati.
Padahal, lanjutnya, bisa saja mereka mengorupsi perintah tersebut mengingat tidak ada satu pun manusia mengetahui peristiwa itu. Terlebih setan yang terkutuk sangat getol menggoda ketiganya.
“Tidak sedikit nilai-nilai dari tauladan kehidupan keluarga Nabi Ibrahim AS, tentang teguhnya sebuah tekad, keyakinan, keikhlasan serta kerelaan luar biasa yang sejatinya dimiliki oleh setiap manusia, untuk menangkal semua bujuk rayu dan godaan setan agar kita berperilaku koruptif dan berani melakukan korupsi, kejahatan kemanusiaan,” ujarnya.
Menurut Firli, teladan yang diberikan keluarga Ibrahim beserta keutamaan Iduladha jadi momentum baik bagi kebangkitan umat untuk melawan sifat tamak dalam diri. Tamak disebut sebagai sifat kebinatangan yang harus dipenggal karena menjadi akar perilaku korupsi.
"Manusia yang memiliki tabiat tamak, tentunya memiliki perilaku koruptif, tidak akan puas dengan apa yang ada, selalu kurang terhadap apa yang telah dimiliki,” imbuhnya.
Dia menegaskan, esensi Iduladha bukan terletak pada penyembelihan hewan kurban seperti sapi atau kambing.
Makna simbolik di balik ritual itu ialah tentang pengorbanan, kesabaran, dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah serta dalam memerangi hawa nafsu.
"Konsistensi untuk tidak korupsi seperti dicontohkan keluarga antikorupsi Nabi Ibrahim AS, sejatinya adalah esensi dari makna keutamaan Iduladha dan berkurban yang sepatutnya kita lestarikan dalam kehidupan sehari-hari,” terang Firli.
Koruptor Lebih Takut Miskin Ketimbang Penjara
Firli menyampaikan, orang yang memiliki tabiat tamak akan sulit mengendalikan diri. Ia akan terus berfantasi serta larut dan tenggelam dalam surga fatamorgana korupsi.
Begitu terbuainya dengan kepuasaan duniawi yang sesaat hingga koruptor disebut lebih takut dimiskinkan daripada dipenjara.
"Koruptor tidak takut hukuman badan, tapi takut dimiskinkan,” kata Firli pada kesempatan lain.
Karena itu, dalam menangani perkara korupsi KPK selalu berupaya melekatkan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Langkah itu ditujukan dalam rangka memberikan efek jera sehingga sifat perilaku korupsi tidak terulang.
"Orang baru akan kapok kalau dikenakan TPPU, makanya kami ajak semua APH (aparat penegak hukum) agar setiap tindak pidana korupsi dilekatkan dengan TPPU,” tandas Firli.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: