Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ini Dampak Bila Sri Mulyani Lanjutkan Kebijakan Simplifikasi Tarif Cukai Rokok

Ini Dampak Bila Sri Mulyani Lanjutkan Kebijakan Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Kredit Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana melanjutkan kebijakan simplifikasi tarif cukai rokok hingga menjadi 5 layer. Salah satu aspek yang dikhawatirkan pengusaha Industri Hasil Tembakau (IHT), yaitu kebijakan tersebut akan menyebabkan pabrikan sigaret kretek mesin (SKM) yang berada pada golongan II B dipaksa naik ke II A dan dibebani tarif yang tinggi. 

Ketua Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Surabaya Sulami Bahar juga turut menyuarakan kalkulasinya jika pemerintah tetap melakukan pembahasan soal simplifikasi tarif cukai rokok. 

"Simplifikasi ini disuarakan oleh salah satu perusahaan asing yang sudah lama berada di Indonesia. Jika simplifikasi terus dilakukan, maka yang akan terjadi adalah akan banyak pabrikan kecil yang gulung tikar dan berimbas pada tenaga kerja yang mau tidak mau akan kehilangan pekerjaannya," kata Sulami.

Ia menjelaskan, sektor IHT dapat menyerap 6 juta orang tenaga kerja. Dari total itu, 2,9 juta pedagang eceran, 150 ribu buruh pabrik, 60 ribu karyawan pabrik, 1,6 juta petani cengkeh, dan 2,3 juta petani tembakau. 

Kontribusi IHT terhadap penerimaan negara itu juga amat besar, karena sektor tersebut merupakan satu-satunya industri yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Sebab, proses produksi terbilang lengkap, mulai dari penyediaan input produksi, pengolahan hingga proses distribusinya. Artinya, dari IHT saja sudah memberi kontribusi yang signifikan bagi penerimaan ekonomi nasional, dan masyarakat yang terlibat di dalam proses bisnisnya. 

"Jadi kontribusi kami kepada negara itu luar biasa, saat ini 2022 kami memberikan (ditargetkan) berkontribusi Rp188 triliun, luar biasa. Dan Jawa Timur dari Rp 188 triliun, sumbangannya Rp 101 triliun. Kontribusi terbesar itu disumbangkan dari Kabupaten Pasuruan," ujarnya.

Di sisi lain, simplifikasi berbanding lurus dengan peningkatan rokok ilegal. Artinya kalau dijalankan, harga rokok akan lebih mahal dan akan menambah maraknya rokok-rokok ilegal.

"Pada prinsipnya perokok tidak pernah berhenti, tapi akan lari ke rokok ilegal. Kalau itu terjadi, tentunya pendapatan negara akan berkurang. Pada 2019, ketika tidak ada kenaikan tarif cukai dan simplifikasi, peredaran rokok ilegal mengalami penurunan signifikan," kata dia. 

Ia menyarankan agar pemerintah bisa mempertimbangkan untuk memberlakukan kenaikan cukai secara multi years, artinya kebijakan tarif cukai rokok ditetapkan untuk beberapa tahun mendatang, misalnya 3 sampai 5 tahun.

"Kenaikan yang moderat dengan dasar perhitungan yang jelas dan konsisten seperti inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Jangan naikkan tarif cukai terlalu tinggi, pasti rokok ilegal akan turun. Karena daya beli konsumen itu kalau yg legal tidak terlalu tinggi, pasti masih terjangkau. Tolong pemerintah perhatikan masukan kami," katanya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: