Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan di bidang moneter, BI akan mempertahankan suku bunga acuan atau BI-7 days reverse repo rate (BI&DRRR) pada level 3,5 persen per Juli 2022.
Ia menilai, keputusan tersebut konsisten dengan perkirakan inflasi inti yang masih terjaga rendah di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Baca Juga: Sri Mulyani: Walau SSK Indonesia Masih Terjaga di Tengah Tekanan Ekonomi Global, Tetap Waspada!
Sesuai dengan arah kebijakan BI tahun 2022, "Kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas pro stability," kata Perry dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK III Tahun 2022, Senin (1/8/2022).
Ia turut menyampaikan, pihaknya akan terus mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depannya, serta memperkuat bauran kebijakan moneter yang diperlukan baik melalui stabilisasi nilai tukar rupiah, penguatan operasi moneter, maupun suku bunga.
Lebih lanjut, Perry mengungkapkan, saat ini bank sentral tengah memperkuat operasi moneter sebagai langkah preventif dan forward looking untuk memitigasi risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan. Dalam hal ini dilakukan dengan menaikkan struktur bunga di pasar uang, khususnya untuk tenor-tenor di atas 1 minggu hingga 1 tahun, serta penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk tenor-tenor di bawah 10 tahun atau jangka pendek.
"BI melakukan normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap, dan pemberian insentif GWM yang berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas dan intermediasi perbankan," imbuhnya.
Penyesuaian secara bertahap GWM rupiah dan pemberian insentif GWM sejak 1 Maret hingga 15 Juli tercatat telah menyerap likuiditas perbankan sekitar Rp219 triliun.
Baca Juga: Gak Cuma Ajudan Irjen Ferdy Sambo, Pihak Ini Juga Ikut Terseret Kasus Kematian Brigadir J, Simak!
"Penyerapan likuitas itu tak mengganggu kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit pembiayaan kepada dunia usaha, dan partisipasi dalam pemberian SBN untuk membiayai APBN lantaran likuiditas perbankan saat ini masih berlebih," ujar Perry.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Aldi Ginastiar