Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Presiden Ngeluh Subsidi Energi Bengkak, Pengamat: Dia Sudah Langgar Public Civility

Presiden Ngeluh Subsidi Energi Bengkak, Pengamat: Dia Sudah Langgar Public Civility Kredit Foto: Kemen-PPPA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Besarnya beban subsidi energi yang mencapai Rp502 triliun tak ayal membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) merasa pembengkakan subisidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah terlalu tinggi.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menilai sikap Presiden Jokowi sudah melanggar norma public civility atau kesantunan publik.

"Ini melanggar kesantunan publik sebagai artinya seorang pejabat melanggar etika publik, enggak boleh mengatakan seperti itu karena subsidi bagian dari kewajiban negara (tanggung jawab pemerintah) dalam rangka untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat," ujar Trubus saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Rabu (3/8/2022).

Baca Juga: Jokowi Ngeluh Subsidi Energi Bengkak, Saran Pengamat: Lakukan Kebijakan yang Komprehensif!

Trubus mengatakan, pengeluaran negara untuk menyubsidi energi bagi masyarakat memanglah bukan nominal yang kecil, namun menurutnya jika dibandingkan dengan kebocoran lainnya, nilai tersebut tidak bisa dikatakan besar.

"Menurut saya kecil itu dibandingkan dengan kebocoran-kebocoran (korupsi) itu kan besar. Artinya sejumlah itu kecil dibandingkan dengan yang dikorupsi oleh lingkungan istana," ujarnya.

Lanjutnya, ungkapan tersebut juga menggambarkan akan ketidakmampuan pemerintah dalam menghadapi gejolak ekonomi global yang semakin berat. 

"Tapi kan harusnya dia seorang presiden kalau tidak mampu mengundurkan saja, tapi bahasanya tidak seperti itu, tapi dia seorang presiden bertanggubg jawab, malah harusnya subsidi akan saya tambah lagi bukan malah mengatakan membebani, memang negara ini punyanya dia? Kan bukan punya dia, nanti masyarakat bisa tersinggung," ungkapnya.

Trubus menyebut, hal yang diungkapkan presiden juga dapat menimbulkan ketersinggungan publik. Pasalnya, presiden selama ini kurang mendukung masyarakat bawah yang selama ini sedang banyak kesulitan akibat berapa hal seperti Covid, yang mengakibatkan sulitnya mencari lapangan pekerjaan.

"Adanya ungkapan ini seperti memprovokasi, secara tidak langsung memprovokasi lawan politiknya dan nanti masyarakat juga terprovokasi. Terakhir menurut saya akan munculnya public trust dan menimbulkan public distrust," tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: