Melonjaknya harga energi di dunia akibat dari adanya perang antara Rusia dan Ukraina, yang salah satunya harga batu bara yang menyentuh angka US$440 per metrik ton, menyebabkan PLN sedikit tertekan akibat kondisi tersebut.
EVP Batubara PLN, Sapto Aji Nugroho mengatakan, PLN bersyukur dengan adanya kebijakan Domestic Price Obligation (DPO) dan Domestic Market Obligation (DMO) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Meski begitu, ada salah satu bagian yang masih membebani PLN, yaitu dari sisi biaya berjalan seperti pengangkutan produk batu bara itu sendiri.
Baca Juga: Tidak Hanya untuk PLN, BLU Batu Bara Harus Inklusif ke Industri Non-Kelistrikan
"Namun, terkait dengan biaya landed cost-nya yaitu transportasi dan biaya lainnya meningkat karena ada dampak dari harga BBM dan ini alhamdullilah dampaknya hanya di landed cost, tapi kalau dari harga batu baranya kami terlindungi dari harga DMO US$70," ujar Sapto dalam webinar, Selasa (2/8/3022).
Sapto menyebut, peningkatan harga pasar berdampak terhadap peningkatan biaya produksi lainnya yang membebani pemasok yang akan menyuplai ke dalam negeri karena tuntutan di lapangan, di mana biaya disamakan untuk penjualan ekspor, sementara harga PLN mengacu pada US$70.
Lanjutnya, meskipun harga telah dipatok oleh pemerintah namun harga pemasok memenuhi kontraknya, mengikuti harga pasar. Harga ekspor lebih tinggi dibanding harga dalam negeri, sehingga di lapangan pemasok sulit untuk memenuhi kebutuhan domestik.
"Teman-teman yang memenuhi kewajiban domestiknya merasa kesulitan karena bagi orang lain (ini ekspor, ini dalam negeri). Kalau begitu kami prioritaskan ekspor karena harga ekspor lebih tinggi sehingga teman-teman pemasok yang ingin memenuhi DMO untuk PLN mengalami kesulitan," ujarnya.
Selain itu, pemasok batu bara untuk PLN juga sulit untuk mendapatkan kendaraan seperti truk maupun tongkang karena harus bersaing dengan keperluan ekspor, di mana keperluan ekspor mampu membayar lebih tinggi dari kebutuhan dalam negeri.
"Hal ini membuat bagi beberapa pemasok yang menyampaikan ke PLN, kami dalam kondisi saat ini rasanya berat untuk memenuhi kewajiban kontrak ke PLN (ke dalam negeri)," ungkapnya.
Lanjutnya, harga yang ditetapkan pemerintah untuk ketenagalistrikan sebesar US$70, sedangkan untuk semen US$90, sementara smelter lebih tinggi lagi, sehingga PLN pilihan terakhir.
"Kalau bisa ya syukur-syukur dia ke semen atau misalnya ke smelter dan ini membuat kami di PLN menjadi pilihan terakhir ketika pemasok yang ingin menunaikan kewajibanya DPO dalam negeri," ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti