Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peringatan dari PBB: Negara Berkembang Perlu Batasi Adopsi Kripto!

Peringatan dari PBB: Negara Berkembang Perlu Batasi Adopsi Kripto! Representations of the Ripple, Bitcoin, Etherum and Litecoin virtual currencies are seen on a PC motherboard in this illustration picture, February 13, 2018. | Kredit Foto: Reuters/Dado Ruvic
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan atau United Nations Conference on Trade and Decelopment (UNCTAD), PBB menyarankan negara-negara berkembang agar melakukan pembatasan penggunaan kripto secara luas dan melarang bank sentral untuk memegang kripto.

Pembatasan ini perlu dilakukan mengingat risiko yang bisa ditimbulkan, seperti penghindaran pajak, adanya ancaman terhadap kebijakan moneter dan kestabilitasan keuangan serta kerugian bagi bank sentral karena adanya perubahahan harga.

Dikutip dari Coindesk pada Jumat (12/8/2022), UNCTAD menyatakan, “manfaat yang diberikan cryptocurrency ke beberapa individu dan lembaga keuangan dibayangi oleh risiko dan biaya yang ditimbulkannya, terutama di negara berkembang.”

Baca Juga: Korea Selatan Resmikan Komite Khusus untuk Tetapkan Aturan Baru Kripto

UNCTAD juga memperingatkan bahwa peningkatan penggunaan kripto untuk transaksi domestik dan pengiriman dana oleh pekerja migran ke rumahnya dapat menantang otoritas negara dalam masalah moneter serta dapat menyebabkan ‘kebocoran’ dana pembangunan.

Sebagai usaha menekan penggunaan kripto, PBB menyarankan untuk memberlakukan pajak yang lebih tinggi dalam transaksi kripto serta mengharuskan pertukaran dan dompet kripto untuk mendaftar ke regulator serta membatasi atau melarang iklan kripto. Pembatasan ekstra pada penggunaan kripto ini dimaksudkan untuk menopang aturan pencucian uang, kontrol modal, dan penggelapan pajak.

Dalam konferensi itu juga, UNCTAD menunjukkan data penggunaan kripto sangat populer terjadi di Rusia, Ukraina, dan Venezuela. Tiga negara tersebut adalah negara yang terkena sanksi, perang, dan hiperinflasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: