Kebijakan hilirisasi, terutama komoditas pertambangan membawa hasil berupa peningkatan hasil ekspor yang pada gilirannya memperbaiki neraca perdagangan.
Presiden Joko Widodo menyakini neraca perdagangan Indonesia dan Tiongkok akan surplus pada tahun ini. “Neraca dagang kita. Saya ingat, 2012 dengan RRT minus US$ 7,7 miliar. Pada 2021 karena kita sudah ekspor besi-baja menjadi minus defisit kita, menjadi US$ 2,4 miliar. Tahun ini saya pastikan kita dengan RRT plus, surplus,” Kata Jokowi saat memberikan pengarahan kepada pimpinan Kadin Indonesia di Jakarta, kemarin.
Jokowi mencontohkan hasil dari kebijakan penghentian ekspor nikel mentah telah menciptakan lompatan nilai perdagangan bagi Indonesia. Menurut Jokowi, sekitar 5-7 tahun yang lalu nikel hanya membuahkan ekspor senilai US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp16 triliun dan angka tersebut melompat menjadi US$ 20,8 miliar atau sekitar Rp306 triliun pada 2021.
“Nikel ini nanti pada akhirnya (ekspor) kurang lebih mungkin US$35-US$40 miliar karena turunan-turunannya belum rampung.” Ucap Jokowi.
Jokowi mengungkapkan bahwa Ketika pertama kali memberlakukan kebijakan penghentian ekspor nikel mentah, banyak menuai reaksi, termasuk dari kalangan Kadin yang menyatakan Indonesia belum siap.
Oleh karena itu dengan keberhasilan yang sudah diperlihatkan, Presiden mengajak jajaran Kadin untuk turut berperan aktif dalam mendorong hilirisasi industri pertambangan.
“Ini tolong ditarik ke bahan-bahan mentah yang lainnya, jangan hanya nikel. Bapak-Ibu kalau enggak siap, join, cari partner. Mudah sekali sekarang Indonesia ini, tanya Pak Ketua Kadin. Berbondong-bondong harian orang datang ingin investasi, ya itu ajak saja entah dari Korea, entah dari Jepang, entah dari RRT, entah dari Eropa. Karena apa? Takut semuanya, bahwa ekspor raw material kita akan kita hentikan,” paparnya.
Jokowi meyakini bahwa pada akhirnya pengusaha dari negara-negara tersebut tidak punya pilihan lain selain membawa industri mereka ke Indonesia dan hal itu harus bisa dimanfaatkan anggota Kadin untuk terus berperan aktif.
“Enggak ada pilihan mereka, mau tidak mau mereka pasti ke sini, bikin industrinya di sini. Nah, itu ajak join. Ini saya punya izin, tambang saya sekian juta ton atau sekian hektare. Join dengan mereka karena memang kita butuh teknologi. Kita juga butuh investasi agar ada capital inflow,”pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: