Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementerian ESDM Luncurkan Peta Jalan NZE Sektor Energi

Kementerian ESDM Luncurkan Peta Jalan NZE Sektor Energi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif (kiri) saat mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021). | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merumuskan peta jalan (roadmap) Net Zero Emission sektor energi Indonesia di tahun 2060. 

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, hal tersebut merupakan bukti perwujudan komitmen Indonesia sebagai bagian dari komunitas global dalam aksi mitigasi perubahan iklim.

"Apresiasi tinggi saya kepada IEA atas hasil kolaborasi dalam pembuatan trajectory aksi mitigasi yang tepat tidak hanya di sektor listrik, tetapi juga di sektor permintaan," ujar Arifin saat peluncuran Peta Jalan NZE 2060 Sektor Energi Indonesia, Jumat (2/9/2022).

Baca Juga: Transisi Energi, Arifin Tasrif Ajak Kolaborasi Antarnegara

Adapun peluncuran peta jalan tersebut dilakukan bersama dengan International Energy Agency (IEA) dinilai kedua belah pihak telah berhasil mengidentifikasi beberapa aksi mitigasi.

Beberapa aksi mitigasi di antaranya adalah pengembangan energi terbarukan secara masif dengan fokus pada solar, hidro dan panas bumi, serta penghentian bertahap (phase down) Pembangkit Listrik Tenaga Batubara (PLTU).

Penggunaan teknologi rendah emisi seperti pengembangan supergrid untuk meningkatkan konektivitas dan Carbon, Capture, Utilization, and Storage (CCS/CCUS), konversi kendaraan listrik dan penerapan peralatan efisiensi energi untuk sektor industri, transportasi dan bangunan serta penggunaan energi baru seperti nuklir, hidrogen, dan amonia.

Di samping itu, pemerintah menegaskan bahwa tambahan pembangkit listrik setelah tahun 2030 hanya berasal dari pembangkit energi baru dan terbarukan (EBT). 

"Mulai tahun 2035 akan didominasi oleh Variable Renewable Energy (VRE), sedangkan pembangkit listrik tenaga nuklir akan masuk sistem pada tahun 2049," ujarnya. 

Arifin menyebut, teknologi dan inovasi adalah tantangan bersama dalam mewujudkan energi bersih yang lebih mudah diakses dan terjangkau.

"Kerja sama dan solusi teknologi sangat penting untuk mendekarbonisasi sektor dan industri listrik. Kita perlu memprioritaskan penelitian, pengembangan, dan penerapan untuk teknologi generasi berikutnya," ungkapnya. 

Lanjutnya, ia mengakui dukungan dan kerja sama dunia internasional sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan keberlanjutan peta jalan tesebut.

"Setiap orang memiliki akses untuk berpartisipasi dalam pengembangan energi hijau. Untuk itu, ketersediaan dan akses teknologi dan pembiayaan harus terbuka lebar bagi semua negara," ujarnya. 

Guna mencapai target tersebut, pemerintah akan mengundang para investor dalam mempercepat transisi energi di Indonesia. Hasil kolaborasi pemodelan bersama IEA diharapkan menjadi acuan bersama (benchmark) dunia internasional.

"Saya berharap peta jalan ini akan memberikan perspektif internasional atas perencanaan energi jangka panjang kita untuk energi masa depan yang lebih baik, bersih, reasonable, dan terjangkau dalam mencapai target emisi nol bersih," jelasnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengungkapkan Indonesia perlu memastikan reformasi kebijakan untuk membuka jalan bagi transisi ke energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada batu bara.

Keberadaan peta NZE ini sebagai bagian dari tujuan untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060.

"Indonesia memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa untuk negara yang sangat bergantung pada ekspor bahan bakar fosil, jalan menuju emisi nol bersih tidak hanya feasible, tetapi juga memberikan manfaat," ujar Fatih.

 

Berdasarkan kajian IEA, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi di 2030 dari tingkat saat ini. Dalam laporan terbaru IEA, The IEA's Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia menyebutkan ada tambahan investasi sebesar US$8 miliar per tahun.

Lanjutnya, memobilisasi pembiayaan tambahan itu bergantung pula pada dukungan keuangan internasional melalui program pendanaan Kemitraan Transisi Energi Internasional yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP). 

"Saya meminta mitra internasional Indonesia untuk memobilisasi pembiayaan energi bersih melalui JETP dan memastikan adanya transfer teknologi. Hasilnya akan membawa manfaat besar bagi Indonesia dan dunia," ujarnya. 

Salah satu potensi sumber energi terbarukan yang menjadi perhatian IEA adalah tenaga surya. "Surya menjadi peluang terbesar di Indonesia. Kami harap lebih banyak diimplementasikan, memiliki (harga) kompetitif, dan proyek yang menjanjikan," tutupnya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: