Tampil di JF3 Fashion Show, IFS Usung Nilai Busana Betawi dan Kehidupan Urban Jakarta
Indonesia sebagai sebuah bangsa memang kaya akan keragaman kebudayaan termasuk dalam hal fashion. Itu sebabnya, masyarakat begitu mencintai kebudayaannya khususnya soal fashion itu. Tengoklah perayaan kemerdekaan 17 Agustus setiap tahun itu: semua masyarakat termasuk Presiden Joko Widodo mengenakan busana khas Nusantara.
Tema berbusana khas Nusantara inilah yang diangkat Italian Fashion School (IFS) ketika mengikuti perhelatan fashion show di Jakarta Fashion & Food Festival (JF3) 2022 Tent La Piazza, Summarecon Mall Kelapa Gading pada 3 September besok.
Seperti tema besar yang diangkat JF3 yakni Cultural Diversity, murid-murid IFS yang berbakat akan memperagakan fashion khas dari Betawi sebagaimana tema yang diusung: IFS Urbanize Batavia.
“Kami memilih tema dan mengangkat busana khas dari Betawi karena masih banyak bisa dieksplorasi dari kebudayaan Betawi. Salah satunya soal pakaian. Dan, murid-murid kami memproduksi karya mereka dari khasanah kebudayaan Betawi itu,” kata founder IFS Diora Agnes dan Paska Ryanti di Jakarta, Jumat (2/9).
Diora menuturkan, tema IFS Urbanize Batavia menggambarkan anomali kebudayaan yang terjadi di Jakarta di tengah perkembangan zaman: pertemuan antara konteks keurbanan dengan tradisi. Dengan kata lain, ini menjadi sebuah konsep desain yang tidak hanya hanya terinspirasi dari keindahan budaya Betawi, juga dari semangat masyarakat kota Jakarta yang optimistis, kreatif dan inovatif.
“Tujuan dari fashion show ini selain bagian dari tugas akhir murid, juga menampilkan kreasi inovatif dari siswa-siswi IFS yang akan menjadi cikal bakal designer atau pelaku industri kreatif di dunia fashion,” ujar CEO PT Modesta Desain Indonesia yang membawahi IFS itu.
Dalam perhelatan fashion show JF3 kali ini, ada 5 murid IFS yang akan berpartisipasi. Kelimanya adalah Amelia NS; Dina Mulya Sophieyadi; Maharani Dewi Armala; Mitha Tri Novianti; dan Theresia Dewi. Kelima orang ini ketika memproduksi karya mereka terinspirasi dari bermacam-macam kebudayaan khas Betawi.
Amelia, misalnya, terinspirasi dari ikon budaya Betawi yakni ondel-ondel, batik, ornamen gigi balang dan kembang kelapa. Karya Amelia yang meliputi colorful dan memadukan desain metropolitan dan tradisional dengan motif batik print lantas dinamai sebagai Icon Batavia.
Sementara karya dari Dina mengambil inspirasi dari pencak silat Betawi yang memperjuangkan keadilan dan toleransi antar-suku bangsa. Dina yang mengambil unsur kain sarung dan sabuk pakaian khas Betawi yang diaplikasikan dalam ready to wear menamai karyanya sebagai Jawara Betawi.
Begitu pula dengan Maharani yang terinspirasi dari jajanan khas Betawi: kue pepe. Dengan memadukan siluet kebaya, warna-warni yang kuat yang dimodifikasi dengan gaya modern dan ready to wear, Maharani menamai koleksinya sebagai PeTropolitan.
Kemudian, Mitha menjadikan tarian tradisional Betawi sebagai inspirasi menghasilkan koleksinya kali ini. Dalam koleksi yang elegan, modern tapi tetap menampilkan unsur etnik juga ready to wear, Mitha menamainya dengan Fussion of Classic.
Sementara karya Theresia terinspirasi dari kembang kelapa dan burung hong yang umumnya terdapat dalam motif batik Betawi. Dalam karya itu, Theresia memadukan keindahan multi-kultur Kota Jakarta dan disajikan dalam ready to wear. Theresia menamai koleksinya ini sebagai Diffuseries.
Berdasarkan semua itu, kata Diora, IFS ingin menunjukkan bahwa busana tradisional itu tidak sekadar kebudayaan yang ditunjukkan pada hari-hari tertentu. Soalnya busana tradisional itu berhubungan dengan nilai, asal usul kehidupan dan ungkapan akan diri serta hubungannya dengan sebuah masyarakat.
“Kita juga akan merasakan kepuasan lebih ketika mengenakan fashion yang berkaitan dengan tradisi kita. Dan, bukankah fashion seharusnya begitu?” kata Diora.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: