Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman global karena dapat mempercepat dampak perubahan iklim dan signifikan mempengaruhi siklus karbon dunia dan mempercepat kenaikan suhu bumi.
Selain itu ada potensi status kebakaran hutan negara anggota Asian Forest Cooperation Organization (AFoCO) sampai 2030 akan meningkat hingga 14%.
Hal itu dikemukakan Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo, kemarin. “Artinya, manajemen pencegahan kebakaran hutan masih harus ditingkatkan dan bergantung kepada kita mau dihentikan atau ditekan emisi karbonnya,” terangnya.
Menurutnya, risiko dan pola kebakaran hutan dan lahan gambut berubah akibat perubahan iklim, peralihan lahan dan peningkatan populasi. Beberapa penemuan memprediksi bahwa fenomena ini akan lebih sering terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Salah satu aspek krusial adalah karena luasnya area gambut di Indonesia.
“Perubahan signifikan pada area yang terbakar juga akan terjadi pada lanskap yang saat ini mengalami kebakaran. Termasuk sabana tropis dan padang rumput tropis yang diprediksi akan berubah dengan meningkatnya kebakaran di beberapa daerah,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kebakaran hutan dan lahan gambut juga akan meningkatkan emisi karbon dan mempengaruhi percepatan perubahan iklim. Serta meningkatkan faktor risiko kebakaran hutan itu sendiri seperti kekeringan, peningkatan suhu bumi, penurunan kelembaban dan sebagainya.
“Penurunan risiko kebakaran ini dapat dilakukan dengan beberapa cara manajemen risiko. Di antaranya pembatasan aktivitas yang dapat menyebabkan terpicunya kebakaran tidak sengaja, pengelolaan vegetasi dan debris vegetasi, pengelolaan kebakaran hutan, perencanaan penggunaan lahan yang lebih mengutamakan jangka panjang,” imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: