Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

ISD Survei: Industri Ekonomi Digital Mayoritas Belum Siap Penuhi Aturan RUU PDP

ISD Survei: Industri Ekonomi Digital Mayoritas Belum Siap Penuhi Aturan RUU PDP Kredit Foto: Tri Nurdianti
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menjelang pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), rupanya pada prosesnya ini menemui tantangan dari sisi industri untuk memasikan kepatuhannya. Hal ini selaras dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Indonesia Services Dialogue (ISD) Council yang menemukan masih adanya beberapa ketentuan pasal yang berpotensi menjadi tantangan untuk industri ekonomi digital.

Wakil Kepala Badan Ekosistem Ekonomi Digital KADIN Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Zacky Zainal Husein menyetujui adanya tantangan yang dihadapi oleh pelaku industri terkait implementasi saat undang-undang diberlakukan.

Ia berharap pemerintah dalam hal ini terus mengedepankan diskusi dengan berbagai pemangku kepentingan saat pembuatan aturan turunan, utamanya pelaku usaha, agar legislasi privasi ini dapat implementatif dan mendorong keberlanjutan serta laju transformasi digital yang penting bagi pemulihan ekonomi pascapandemi.

Baca Juga: Jelang Pengesahan, RUU PDP Dinilai Penting untuk Industri Ekosistem Digital

Memberikan tinjauan atas kewajiban pengendalian data pribadi dan jangka waktu pemenuhan data pribadi, Devi Aryani selaku Executive Director Indonesia Services Dialogue (ISD) Council menjabarkan dalam Diskusi Publik Kesiapan Industri dalam Menyongsong RUU PDP mengenai kewajiban pengendali data atas pemenuhan hak pemilik data pribadi. Di mana dalam RUU PDP berisikan:

Pertama, RUU PDP memberikan kewajiban pada pengendali data terkait pemenuhan hak pemilik data, yaitu dalam hal pembaruan /perbaikan data pribadi, penghentian atau penundaan pemrosesan data pribadi, ataupun pemberian akses dan rekam jejak data pribadi.

Kedua, RUU PDP mewajibkan penunjukkan Data Protection Officers (DPO) atau petugas yang melaksanakan fungsi Perlindungan Data Pribadi dan pemenuhan hak pemilik data pribadi.

Ketiga, kewajiban yang dibebankan kepada pengendali data ini perlu mendapat perhatian khusus terkait dengan kapasitas dan kapabilitas pelaku usaha ekonomi digital saat ini guna mencapai tingkat kepatuhan yang baik.

ISD melakukan survei dari berbagai sektor pelaku usaha, mulai dari fintech, e-commerce, marketplace, telemedicine, ed-tech, consulting firms, logistic dan shipping services, serta construction services, dari digital startup dan non-startup. Hasilnya memperlihatkan bahwa sampai saat ini, ada sekitar 81% yang masih belum memiliki DPO dan ada 67% merasa belum mampu memenuhi jangka waktu yang tercantum dalam RUU PDP saat ini.

“Mereka merasa untuk bisa memenuhi apa yang tercantum di dalam RUU PDP saat ini, mereka memerlukan investasi dari sisi sumber daya manusia atau pun investasi dari sisi teknologi dan sistem. Artinya ini ada biaya yang harus mereka keluarkan dan itu bisa kita lihat 84% menyatakan bahwa mereka memerlukan investasi untuk otomatisasi sistem demi mematuhi peraturan yang ada atau yang tercantum dalam RUU PDP. Begitu pun untuk sumber daya manusia, 55% merasa mereka harus lakukan investasi dari sisi sumber daya manusia,” terang Devi dalam acara pada Jumat (9/9/2022).

Hasil survei tersebut juga mencatat bahwa terkait dengan kondisi dan kesiapan pengendali data di Indonesia, dalam penghentian pemrosesan data pribadi, ada sekitar 23,4% saja yang bisa melakukannya dalam jangka waktu yang ditetapkan, sedangkan 76,6% menyatakan tidak bisa melakukannya. Dari sisi pemundaan/pembatasan pemrosesan data pribadi, 21,9% mengaku sanggup melakukan dalam jangka waktu, sedangkan 78,1% tidak.

Devi menerangkan, mereka yang memerlukan waktu lama dalam memproses manajemen pengendalian data itu karena pihaknya memiliki jumlah data yang besar dan mereka juga melihat pada skala serta kompleksitas dalam pengolahan data.

Menambahkan dengan memberikan rekomendasi arah kebijakan, Devi mencatat beberapa poin penting, antara lain:

  • Peraturan perlindungan dan pemrosesan data berlaku untuk semua pemangku kepentingan dengan menjunjung prinsip kesetaraan dan nondiskriminasi. Karenanya perlu mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas berbagai pengendali data yang ada di Indonesia.
  • Perlunya keselarasan dengan regulasi perlindungan data pribadi di tataran global, guna terciptanya pengaturan data yang efektif, menghindari biaya kepatuhan yang tinggi dan mengurangi hambatan yang tidak perlu.
  • Undang-Undang PDP sepatutnya mengatur tataran level strategis dan prinsip umum yang menjadi landasan hukum jangka panjang. Hal yang bersifat teknis dapat diatur dalam peraturan pelaksana ataupun turunan dari Undang-Undang.
  • Perlunya studi pendalaman yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk menentukan jangka waktu yang efektif yang bisa diterapkan dan dipatuhi oleh industri, tanpa membebani biaya kepatuhan yang tinggi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: