Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUU PDP Belum Juga Membuahkan Hasil, Ini Kata Peneliti CIPS...

RUU PDP Belum Juga Membuahkan Hasil, Ini Kata Peneliti CIPS... Kredit Foto: F5 Labs
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) dapat meningkatkan kontribusi ekonomi digital pada pemulihan ekonomi. Menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine sayangnya pembahasan RUU ini, yang sudah berlangsung cukup lama, belum membuahkan hasil.

“Pengesahan RUU ini perlu segera dilakukan untuk memberikan jaminan keamanan bagi terciptanya ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan aman,” terang Pingkan, melansir dari siaran resminya, Selasa (21/6/2022).

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan peluang serta potensi ekonomi digital Indonesia diprediksi mencapai USD146 miliar di 2025 dan meningkat menjadi USD330 miliar di 2030. Peneliti CIPS mengatakan potensi ini perlu ditindaklanjuti dengan, salah satunya memberikan jaminan keamanan pada interaksi digital, seperti transaksi keuangan dan keamanan data pribadi.

Baca Juga: RUU PDP Harus Cepat Disahkan, CIPS Sebut Aliran Dana Lintas Batas Harus Terjamin Keamanannya!

Pingkan menjelaskan pengesahan RUU PDP akan mempertegas tanggung jawab pengendali data pribadi untuk menjaga keamanan data pribadi pengguna diikuti dengan sanksi terhadap kelalaian atau pelanggaran. Hal ini akan mendorong pengendali data pribadi untuk menerapkan best practice untuk melindungi data pribadi pengguna.

Kemudian, jika RUU PDP disahkan, pengendali data wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis paling lambat 72 jam kepada pemilik data dan instansi pengawas jika terjadi data breach atau kegagalan perlindungan data pribadi.

"Konsep transparansi pada pelaporan sangat penting. Saat ini, kerangka kebijakan yang berlaku memberikan tenggang waktu 14 hari," ujar Pingkan.

Selain itu, ia mengungkapkan sangat penting bagi perusahaan untuk transparan, memberitahukan penggunanya, serta menjelaskan langkah-langkah yang akan perusahaan tersebut lakukan untuk memitigasi risiko dan langkah-langkah yang harus pengguna lakukan kalau terjadi kebocoran data.

"Selain memberikan kejelasan mengenai kewajiban pengendali data, konsumen sebagai pemilik data pun diharapkan dapat terinformasi dengan baik mengenai hak dan kewajiban mereka, informasi apa saja yang bisa mereka bagikan dan pihak mana saja yang bisa membantu mereka dalam menyelesaikan permasalahan seputar transaksi ekonomi digital," jelasnya.

Saat ini, perlindungan data pribadi diatur oleh 32 Undang-Undang dan beberapa regulasi turunannya. Akibatnya, sebut Pingkan pelaksanaan dan pengawasan terkait isu ini tersebar di berbagai kementerian/lembaga.

Penyalahgunaan data pribadi di e-commerce setidaknya diatur oleh UU Telekomunikasi, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Perlindungan Konsumen dan UU Perdagangan. Secara tidak langsung, urusan perlindungan data pribadi merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Implementasi dan pengawasan perlindungan konsumen akan sulit dilakukan tanpa koordinasi yang kuat dari beberapa kementerian tersebut," tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: