Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wärtsilä Energy Sebut Pulau Sulawesi Dapat Jadi Percontohan Transisi Energi Indonesia

Wärtsilä Energy Sebut Pulau Sulawesi Dapat Jadi Percontohan Transisi Energi Indonesia Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Seperti wilayah Indonesia pada umumnya, batu bara berperan penting dalam sistem kelistrikan di Pulau Sulawesi–mencapai 41persen dari total kapasitas daya setempat. 

Direktur Sales, Indonesia, Wärtsilä Energy Febron Siregar, mengatakan pemodelan yang dirancang untuk Pulau Sulawesi, sebagaimana dipublikasikan dalam laporan Meninjau Ulang Energi di Asia Tenggara, dapat diterapkan secara menyeluruh di Indonesia karena karakteristiknya serupa dengan visi energi hijau nasional.

"Keempat skenario yang dirancang Wärtsilä menggarisbawahi bahwa teknologi fleksibilitas, dalam hal ini meliputi penyimpanan energi dan mesin penyeimbang, adalah inovasi penting untuk membuat  energi terbarukan menjadi sumber energi yang dominan," ujar Febron dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (14/9/2022). 

Baca Juga: Wartsila Energy Optimis Transisi Energi Indonesia Berjalan Mulus

Sementara untuk mencapai netralitas karbon di Pulau Sulawesi pada 2060, diperlukan penyeimbangan jaringan listrik oleh fleksibilitas mesin-mesin berdaya 800 MW pada 2030 dan penyimpanan energi sebesar 800 MW pada 2035.

Angka ini 63 persen lebih tinggi dari mesin baru berkapasitas 490 MW yang dialokasikan ke Pulau Sulawesi sebagai bagian dari Rencana Upaya Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) nasional pada 2030.

"Dibandingkan dengan skenario 'Business As Usual’, membangun sistem energi dengan skenario netralitas karbon memungkinkan Pulau Sulawesi memangkas biaya listrik rata-rata (LCOE) sebesar 23 persen dan menghindari pajak karbon senilai US$1,3 miliar per tahun pada 2060," ujarnya. 

Lanjutnya agar Pulau Sulawesi dapat menyelaraskan target netralitas karbon Indonesia seraya menurunkan biaya sistem energi, maka target pembangkit tenaga surya harus ditingkatkan empat kali lipat dari level saat ini, yaitu menjadi 1.200 MW pada 2030.

Menurutnya, sektor energi Pulau Sulawesi dapat mencapai netralitas karbon dengan beralih ke sistem energi terbarukan yang mencakup 94 persen pangsa pada 2060. 

Dengan posisi Indonesia yang berencana memulai produksi hidrogen hijau pada tahun 2031, dengan target kapasitas electrolyzer (mesin elektrolisis) sebesar 52 GW pada 2060. 

Dalam pemodelan sistem energi terbarukan tingkat tinggi, Pulau Sulawesi akan mendapati kondisi kelebihan daya yang sesuai untuk produksi bahan bakar berkelanjutan, seperti hidrogen hijau. Dalam skenario ‘Netralitas Karbon’, melalui pembangunan pembangkit tenaga surya sebesar 28,53 GW, Pulau Sulawesi dapat menghasilkan 2,7 GW hidrogen hijau pada 2060. 

"Hasil tersebut akan digunakan secara optimal sebagai bahan bakar mesin penyeimbang jaringan listrik mulai 2045 dan seterusnya. Selain penggunaannya di sektor ketenagalistrikan, bahan bakar berbasis hidrogen juga dapat membantu dekarbonisasi pada sektor padat energi lainnya di Indonesia, salah satunya transportasi," ungkapnya.

Lanjutnya, hasil studi terkait jelas menunjukkan bahwa peluang mengubah kehidupan sebuah generasi dapat diraih oleh para pemangku kepentingan di sektor energi. 

Dengan kata lain di Indonesia, energi terbarukan dapat ditingkatkan dengan menggunakan kapasitas fleksibel untuk mengatasi beban saat ini, sekaligus mudah memenuhi permintaan daya listrik yang meningkat, serta dekarbonisasi dengan biaya terendah

“Dengan menciptakan sistem energi yang terbarukan dan terukur, Indonesia dapat menghadapi era kenormalan baru [new normal] terkait volatilitas bahan bakar fosil dan kendala emisi, sekaligus menciptakan pertumbuhan [ekonomi], lapangan kerja, dan kesejahteraan di masa depan," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: