Respons Bang Yos soal Kebocoran Data, 'Saya Dengar Ada 90 Juta 90 juta Keping chip E-KTP Hilang'
Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso angkat bicara terkait kasus kebocoran data yang marak terjadi, ini kedaruratan karena menjadi basis data kependudukan rakyat Indonesia secara luas.
"Menurutnya, data di ranah siber cenderung masih kontroversial, belum jelas, dan simpang siur. Saya berharap pemerintah juga menitikberatkan fokus permasalahan pada data E-KTP," kata Sutiyoso dalam keterangan persnya.
Pertama, Sutiyoso melihat proyek E-KTP sejak awal tampak “cacat lahir”. Terdapat korupsi besar-besaran saat proyek pertama kali dibuat pada tahun 2012 hingga 2014 yang dilakukan oleh oknum legislatif dan eksekutif.
“Terbukti dari terungkapnya kasus korupsi E-KTP. Pimpinan tertinggi DPR RI ditangkap dan divonis 15 tahun penjara. Dan saya rasa masih ada oknum lain yang belum sempat tertangani,” kata Bang Yos, Jum’at, 16 September 2022.
Kedua, Bang Yos menganggap sebuah proyek yang cacat lahir pasti tidak akan sempurna sebagaimana yang direncanakan. Konon kabarnya, dari anggaran dana 6 triliun ini ada lebih dari separuhnya yang “dijarah” beramai-ramai.
“Saya mendengar, dalam kasus ini ada subkontraktor yang tidak dibayarkan oleh konsorsium. Akibatnya ada sekitar 90 juta keping chip E-KTP penduduk Indonesia yang “hilang” atau ditahan oleh subkontraktor tersebut. Ke mana data itu?” kata Sutiyoso mempertanyakan.
Ketiga, Bang Yos juga menyoroti persoalan hak akses. Pasal 58 (Ayat 4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur bahwa pemerintah, dalam hal ini Ditjen Dukcapil, Kemendagri, harus memberikan hak akses kepada institusi yang berhak demi kelancaran penyelenggaraan negara.
"Intinya, Bang Yos menyebut hak akses itu seharusnya hanya diberikan untuk mencocokkan atau memverifikasi data E-KTP. Nah, di sinilah membuka peluang titik kebocoran, sebab kemungkinan ada kerja sama dari oknum pemerintah dan peminta data tersebut untuk menyalahgunakan data E-KTP,” katanya.
Bang Yos turut menyoroti titik kebocoran hak akses dari NIK E-KTP, yakni kebocoran data yang juga bisa berasal dari oknum-oknum swasta, seperti provider atau perusahaan penyedia telekomunikasi, hingga fintech.
Keempat, mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga melihat sistem penyimpanan data (data storage) E-KTP kemungkinan masih konvensional dan bisa saja dijaga atau dikelola oleh individu yang mudah dikompromi.
Padahal, menurut Bang Yos, bocornya NIK E-KTP bisa sangat merugikan masyarakat.
"Kita tentu sering mendengar kabar penggunaan NIK secara tidak bertanggung jawab untuk pinjaman online (pinjol), penipuan dan lain sebagainya,” jelas Bang Yos.
Oleh karena itu, mantan Pangdam Jaya itu meminta agar pemerintah saat ini untuk melakukan modernisasi E-KTP dan mengebut pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
"Itu harus dijalankan secara bersamaan, tidak bisa hanya salah satunya. UU PDP akan menjamin kepastian hukum perlindungan data pribadi, termasuk E-KTP, masyarakat Indonesia,” tegas Bang Yos.
Pemerintah juga diminta memperbaiki sistem penyimpanan data dan tata kelola data agar berjalan satu pintu. Sumber daya manusia yang memiliki integritas dan tidak mudah dikompromi juga penting untuk menjamin data tidak dibocorkan oleh oknum pemerintahan sendiri.
“Jika ini tidak terselesaikan pada masa pemerintahan sekarang, maka ini merupakan pekerjaan rumah besar di bawah pemerintahan baru di 2024. Yang saya harap masuk ke dalam program 100 hari pertama kerja presiden dan wakil presiden yang baru nanti,” tutup Bang Yos.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: