Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Balasan Demokrat atas Pernyataan Aria Bima: Kami Harap Makin Tua Makin Bijak, Bukan...

Balasan Demokrat atas Pernyataan Aria Bima: Kami Harap Makin Tua Makin Bijak, Bukan... Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima menyebut bahwa Ketua Umum Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperlihatkan kekalahan sebelum bertanding dan tidak bisa membuat formulasi yang pas untuk mengusung Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai presiden di pemilu 2024 mendatang.

Tidak hanya itu, Aria juga menyebut bahwa SBY melakukan praktik playing victim yang seolah-olah dizalimi banyak pihak dalam pemilu. Hal tersebut dia katakan untuk merespons pernyataan SBY yang menyebut bahwa Pemilu 2024 tidak jujur-adil dalam Rapimnas Demokrat di JCC pada Kamis (15/9/2022) lalu.

Baca Juga: Denny Siregar Ramal Partai Demokrat Bakal Jadi Partai Burem di Pilpres 2024, Apa Maksudnya?

Menanggapi pernyataan tersebut, Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyebut bahwa Aria Bima buta akan sejarah. Dia menyebut bahwa terdapat beberapa poin yang luput dari pengamatan Aria Bima.

Herzaky menyebut, pada tahun 2004-2008 SBY dan Demokrat hanya memiliki suara 7,45 persen. Mendadak, kata Herzaky, ada dua partai besar pemenang pemilu di 2004, salah satunya PDIP yang merupakan partai Aria Bima.

"Mendadak ada dua parpol besar pemenang pemilu di 2004, salah satunya partainya Aria Bima yang mendorong dan menggolkan ambang batas 20 persen di tahun 2008 dengan UU No. 42 tahun 2008 agar bapak SBY tidak bisa maju lagi di pilpres 2009 karena Demokrat ketika itu hanya punya kursi 7,45 persen," kata Herzaky dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/9/2022).

Dia menyebut, pernyataan tersebut sering kali dikatakan oleh para pakar politik sekelas Refly Harun dan Rocky Gerung. Dengan begitu, Herzaky menyebut bahwa masyarakat Indonesia menginginkan SBY maju dalam kontestasi pemilu di 2009.

"Rakyat ingin agar Bapak SBY bisa maju lagi karena merasakan benar dampak pembangunan di era pemerintahan Bapak SBY 2004-2009. Demokrat pun dipilih 20,85 persen rakyat di Pileg 2009 dan Bapak SBY bisa maju kembali sebagai capres di pilpres 2009," jelasnya. 

Dengan temuan tersebut, Herzaky menyebut bahwa jelas bahwa PDIP yang menjegal pihaknya. Selain itu, Herzaky juga membantah bahwa pihaknya melakukan playing victim. Dia menyebut bahwa pihak Aria Bima yang sering kali melakukan praktik playing victim dengan adegan menangis seakan-akan korban.

"Seakan-akan korban dan dizalimi ketika BBM dinaikkan di era Pemerintahan Bapak SBY, padahal harga minyak dunia tinggi sekali, mencapai 120 bahkan 150 USD per barel," katanya.

Dia menyebut, ketika salah satu kader PDIP terpilih sebagai Presiden, BBM malah terus dinaikkan. Padahal, kata Herzaky, harga minyak dunia sedang turun, bahkan pernah di angka 32-35 USD per barel.

"Dulu ternyata teman-teman Aria Bima itu pura-pura peduli, pura-pura jadi korban alias playing victim saat BBM dinaikkan di era SBY. Ternyata, teman-temannya malah ketika memimpin negeri ini menaikkan harga BBM saat harga minyak dunia sedang turun dan ketika rakyat Indonesia sedang kesusahan benar, sulit makan, sulit cari kerja, pascapandemi," jelasnya.

Baca Juga: Tetiba Nyatakan Siap Jadi Capres 2024, PDIP Keheranan dengan Sikap Anies Baswedan: Urusan Parpol!

Herzaky menyebut, SBY tidak terbukti mengatur pemilu sebagaimana yang dituduhkan Aria Bima. Dia juga mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah mengonsolidasikan relawannya yang bolak-balik berkumpul dengan para relawan pendukungnya ketika SBY berkuasa. Dia meyakini bahwa SBY membebaskan kepada rakyat untuk memilih siapapun capres penggantinya di Pilpres 2014 silam.

Bahkan, kata Herzaky, besan SBY maju sebagai cawapres di 2014. Pada saat itu, dia menyebut bahwa SBY dan Demokrat menyatakan netral, tidak mendukung salah satu pasangan calon.

"Terakhir, kami harap Aria Bima makin tua makin bijak, bukan makin pelupa, apalagi melupakan sejarah. Yang sibuk playing victim itu teman-teman Aria Bima, yang tidak pernah ikhlas jagoannya kalah di 2004 dan 2009, dan selalu menuduh pihak lain curang," katanya.

Lebih lanjut, Herzaky menyarankan agar Aria Bima lebih fokus membantu Presiden Joko Widodo sebagai kader partai untuk merapikan perekonomian dalam negeri sebab harga BBM yang naik seiring menurunnya daya beli masyarakat.

"Mungkin Aria Bima lebih baik bisa membantu kadernya, Pak Jokowi selaku Presiden, memperbaiki perekonomian negeri ini, agar rakyat tidak makin banyak yang susah dan jatuh miskin atau menganggur karena harga BBM naik drastis 33,33 persen di tengah daya beli masyarakat yang rendah dan harga-harga bahan pokok terus meningkat serta harga berbagai barang lainnya naik drastis," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: