Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika Minuman Beralkohol Tak Lagi di Etalase Minimarket (I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Masyarakat tak akan bisa lagi menyaksikan remaja nongkrong di "minimarket" atau toko swalayan sambil menikmati minuman beralkohol. Penggemar minuman beralkohol pun tak bisa lagi dengan mudah membelinya, karena hanya tempat-tempat tertentu yang menjual.

Kementerian Perdagangan melarang penjualan minuman beralkohol di minimarket melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol.

"Sebelumnya minimarket diperbolehkan untuk menjual minuman beralkohol dengan kadar di bawah lima persen, sekarang tidak boleh menjual sama sekali," kata Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (28/1/2015).

Rachmat mengatakan, langkah tersebut diambil setelah pihaknya mendengarkan banyak masukan dan juga adanya keluhan masyarakat yang menyatakan bahwa penjualan minuman beralkohol di toko swalayan sudah mulai mengganggu dan tidak sesuai dengan ketentuan lagi.

"Minimarket sudah masuk ke lokasi perumahan dan juga dekat dengan sekolah, di mana jika menjual minuman beralkohol sesungguhnya sudah merupakan sebuah pelanggaran," ujar Rachmat.

Dia menjelaskan, peraturan tersebut akan mulai efektif diberlakukan dalam waktu tiga bulan kedepan, atau pada tanggal 16 April 2015. Apabila masih ada minimarket yang melakukan pelanggaran maka Kementerian Perdagangan tidak segan untuk mencabut izin usaha mereka.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina menyatakan bahwa dengan dikeluarkannya Permendag 06/2015 tersebut pada intinya memiliki dua perubahan.

"Minimarket dan toko pengecer yang sebelumnya boleh menjual minuman beralkohol, sekarang tidak boleh. Yang boleh menjual hanya 'supermarket', 'hypermarket', hotel dan juga restoran. Sementara inti kedua adalah, pelaku usaha diberikan tenggat waktu tiga bulan untuk penerapannya," tutur Srie.

Srie menambahkan, jika ada pengusaha yang terganggu akibat adanya larangan penjualan minuman beralkohol di toko swalayan tersebut, seharusnya bukan menjadi masalah karena peruntukan utama toko swalayan tersebut untuk menjual bahan kebutuhan pokok.

"Jika ada pengusaha yang terganggu, maka bisa dikatakan pendapatan besar mereka dari minuman beralkohol. Namun, seharusnya bukan itu, minuman beralkohol hanya pelengkap saja, seharusnya lebih ke bahan pokok," ucap Srie.

Dengan dikeluarkannya Permendag 06/2015 tersebut, pemilik too swalayan wajib menarik minuman beralkohol dari gerai dalam waktu paling lama tiga bulan mendatang atau hingga 16 April 2015 untuk mengosongkan toko swalayan dari minuman beralkohol.

Kurang lebih ada sembilan jenis minuman beralkohol golongan A yang beredar di Indonesia, yaitu 'shandy', minuman ringan beralkohol, bir, 'lager', 'ale', bir hitam atau 'stout', 'low alcohol wine', minuman beralkohol berkarbonasi, dan anggur brem Bali.

Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta siap melakukan kajian bersama Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian setempat terkait larangan penjualan minuman beralkohol di toko swalayan.

"Kami masih mencari aturan dari Kementerian Perdagangan itu secara 'online' (daring-red) dan kemudian akan melakukan kajian bersama dinas terkait baru bisa menentukan langkah berikutnya," kata Kepala Seksi Operasi Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta Bayu Laksmono di Yogyakarta.

Menurut Bayu, Pemerintah Kota Yogyakarta sudah menerapkan larangan penjualan minuman beralkohol di toko swalayan, khususnya yang lokasinya berdekatan dengan institusi pendidikan dan tempat ibadah.

"Jadi, tidak semua minimarket di Yogyakarta menjual minuman beralkohol. Memang ada beberapa yang menjual, namun lokasinya tidak dekat dengan sekolah dan tempat ibadah," tukasnya.

Ia menambahkan tidak semua jenis minuman beralkohol bisa dijual bebas di toko swalayan atau 'minimarket', tetapi hanya minuman dengan kadar alkohol kurang dari lima persen. "Tentunya, pemberlakukan aturan baru itu perlu diawali dengan sosialisasi kepada pengusaha minimarket yang ada di Kota Yogyakarta," ujarnya.

Berdasarkan pemantauan Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, minuman beralkohol yang biasanya dijual di toko swalayan juga kerap dijadikan sebagai salah satu bahan pembuatan minuman keras oplosan.

Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta Suyana mengatakan, belum mengetahui secara pasti peraturan baru tersebut. "Saya justru belum mengetahui aturan baru itu. Jika memang ada aturan seperti itu, maka minimarket pun harus mematuhinya," tegasnya.

Sebelum peraturan baru itu keluar, lanjut Suyana, pihaknya sempat menegur toko swalayan agar tidak memajang minuman beralkohol di deretan paling depan. Sedangkan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan aturan tersebut tidak akan mempengaruhi Yogyakarta sebagai kota pariwisata. "Wisata di Yogyakarta tidak identik dengan minuman keras, sehingga aturan itu seharusnya tidak berdampak bagi perkembangan pariwisata," tambahnya.

Pemerintah Kota Pontianak menyatakan mulai 7 Februari 2015 sudah melarang toko swalayant dan sejenisnya untuk memajang minuman beralkohol sebagai tindak lanjut dari Permendag No. 6/M-Dag/per/1/2015 tentang larangan menjual minuman beralkohol di minimarket.

"Boleh saja minimarket menjual minuman beralkohol untuk menghabiskan stoknya hingga batas waktu yang ditetapkan oleh Kemendag, mulai 16 April 2015, tetapi tidak boleh dipajang dan hanya disimpan di gudang," ucap Wali Kota Pontianak Sutarmidji.

Ia menjelaskan Pemkot Pontianak dalam hal ini mau menerapkannya secepat mungkin, karena Kemendag memberikan jeda tersebut agar pihak toko swalayan bisa menghabiskan stok mereka agar tidak rugi. "Kalau memang pihak minimarket masih punya stok silakan menjual minuman beralkohol tersebut, hingga stok mereka habis, tetapi dengan syarat tidak boleh lagi memajangnya, cukup di simpan di gudang," ujar Sutarmidji.

Menurut Sutarmidji bohong kalau pihak minimarket mempunyai stok minuman beralkohol banyak, karena keuntungan jualnya tidak berimbang dengan sewa tempatnya. "Makanya kami cepat menerapkan aturan tersebut guna menekan peredaran minuman beralkohol di Pontianak," tukasnya.

Dalam kesempatan itu, Wali Kota Pontianak menyatakan mulai tanggal 7 Februari hingga diberlakukannya aturan larangan toko swalayan menjual minuman beralkohol, pihaknya akan terus melakukan pembinaan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: