Ombudsman Nilai Tumpang Tindih Regulasi Kacaukan Proses Impor Produk Hortikultura
Ombudsman meminta Kemenko Bidang Perekonomian, Kementrian Pertanian dan Kementrian Perdagangan melakukan koordinasi dan harmonisasi kebijakan terkait dengan prosedur dan mekanisme importasi produk hortikultura pada saat belum tersedianya Neraca Komoditas.
Tindakan korektif tersebut diberikan Ombudsman kepada pemerintah agar kasus penahanan 1.477 ton produk hortikultura impor di tiga pelabuhan tanah di tanah air pada waktu mendatang tidak terulang lagi.
Pada 9 September 2022 Ombudsman menerima laporan masyarakat dari para pelaku usaha (importir), yang menyampaikan pengaduan dan keberatan atas penahanan produk impor hortikultura oleh Badan Karantina Pertanian dengan alasan tidak memiliki RIPH di Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan.
Padahal mereka sudah memiliki SPI dari Kementerian Perdagangan. Pelapor merupakan pelaku usaha yang mengimpor produk hortikultura seperti jeruk mandarin, lemon, anggur, cabai kering, dan lengkeng.
Dampak ditahannya produk impor hortikultura telah menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha. Produk impor hortikultura yang tertahan hingga 14 September 2022 mencapai 1.477 ton dengan nilai barang mencapai Rp 31,5 miliar.
Selain itu, tertahannya produk tersebut, membuat pelaku usaha harus mengeluarkan biaya tambahan seperti biaya penumpukan, biaya listrik dan biaya demurrage di pelabuhan yang mencapai Rp 3,2 miliar
Terkait itu, Ombudsman menyampaikan sejumlah tindakan korektif yang tertuang dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP). Anggota Ombudsman , Yeka Hendra Fatika menyampaikan, tindakan korektif yang pertama, yakni agar Menteri Pertanian memerintahkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk segera melakukan pengeluaran barang impor produk hortikultura milik pelapor yang telah ditahan pada saat tiba di tempat pemasukan mulai 27 Agustus - 30 September 2022.
“Adapun proses pengeluaran ini didahului dengan uji laboratorium guna memastikan keamanan pangan. Terkait poin ini,kami memberikan waktu selama lima hari kerja kepada Kementan untuk melaksanakan tindakan korektif dan melaporkan hasil pelaksanannya kepada Ombudsman," ujar Yeka di Jakarta, kemarin.
Tindakan korektif selanjutnya yakni, mendorong Kemenko Bidang Perekonomian untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi XV, yang terkait dengan pergeseran pemeriksaan Border ke Post Border pada produk hortikultura, guna mendukung kelancaran arus barang ekspor dan impor di Pelabuhan.
Ombudsman kata Yeka memberikan waktu selama 60 hari kerja kepada para pihak untuk menindaklanjuti tindakan korektif, serta melaporkan setiap perkembangannya kepada Ombudsman.
Yeka menjelaskan, dalam kasus penahanan dan penolakan produk impor hortikultura ini pihaknya menyoroti adanya disharmoni regulasi kebijakan impor produk hortikultura.
"Ombudsman berpendapat, RIPH memiliki tujuan yang baik atas keamanan pangan, akan tetapi RIPH tidak memiliki legal standing yang kuat. Karena PP Nomor 26/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian tidak mengatur ketentuan mengenai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura apabila Neraca Komoditas belum tersedia. Hal ini menimbulkan disharmoni peraturan pelaksana lainnya," terang Yeka.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar