Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jika Ada Ancaman Lewati Batas, Eks Presiden Rusia Blak-blakan Soal Senjata Nuklir

Jika Ada Ancaman Lewati Batas, Eks Presiden Rusia Blak-blakan Soal Senjata Nuklir Dmitry Medvedev, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, menyampaikan pidato dalam upacara menandai Hari Pembuat Kapal di Saint Petersburg, Rusia 29 Juni 2022. | Kredit Foto: Reuters/Sputnik/Valentin Yegorshin
Warta Ekonomi, Moskow -

Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev pada Selasa (27/9/2022) mengatakan bahwa Moskow dapat menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan diri. 

Peringatan itu diumumkan beberapa hari setelah dia menegaskan bahwa segala cara dapat digunakan untuk melindungi wilayah yang tergabung dalam wilayah Rusia.

Baca Juga: Eks Presiden Rusia Sentil Ukraina: Ancamannya buat Anak-anak, Rezim Kiev Bisa Dipaksa Menyerah

Menurut doktrin militer negara itu, Rusia dapat menggunakan nuklirnya jika negara itu sendiri atau sekutunya diserang dengan senjata yang sama atau jika keberadaan Rusia terancam, tulis Medvedev, wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, di Telegram.

Dia juga memperingatkan Barat agar tidak membantu Ukraina mendapatkan senjata nuklir, dan menekankan bahwa itu mungkin memiliki konsekuensi yang parah.

"Jika ancaman terhadap Rusia melebihi batas bahaya yang ditetapkan, kami harus meresponsnya," lanjut dia.

Medvedev meragukan bahwa NATO akan ikut campur dalam konflik Rusia-Ukraina bahkan dalam skenario nuklir, dan mengatakan bahwa Washington, London dan Brussels lebih mementingkan keamanan mereka sendiri "daripada nasib Ukraina yang sekarat."

“Pasokan senjata modern hanyalah bisnis untuk negara-negara Barat berdasarkan kebencian terhadap kita. Tidak lebih dari itu. Para demagog di luar negeri dan Eropa tidak akan mati dalam kiamat nuklir. Oleh karena itu, mereka akan menelan penggunaan senjata apa pun dalam konflik saat ini," kata dia.

Republik Luhansk dan Donetsk yang dideklarasikan sendiri di Ukraina, bersama dengan bagian Zaporizhzhia dan Kherson yang dikuasai Rusia, mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia, sebuah langkah yang menurut komunitas internasional ilegal dan tidak akan diakui.

Pekan lalu Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi militer parsial, memanggil hingga 300.000 tentara cadangan untuk ditempatkan di Ukraina, sebuah langkah yang dilihat sebagai eskalasi perang yang dimulai pada Februari.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: