Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terdapat 32 kejadian bencana selama sepekan, mulai 26 September hingga 2 Oktober 2025.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, frekuensi bencana pada pekan tersebut menurun dibandingkan pekan sebelumnya, sebanyak 48 kejadian.
"Terjadi 32 kali kejadian bencana di mana 30 kejadiannya atau 94% masih hidrometeorologi, dan dua kejadian bencana merupakan bencana geologi," ujar Abdul dalam Disaster Briefing di Jakarta, Senin (3/10/2022).
Abdul mengatakan, bencana hidrometeorologi basah yang diakibatkan curah hujan tinggi masih mendominasi. Namun secara beriringan juga terdapat bencana hidrometeorologi kering, yakni kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Secara normal, ini kita masih pada periode peralihan. Tetapi karena ada pengaruh dari fenomena regional La Nina dan Indian Ocean Dipole di Samudra Hindia, kita masih relatif basah, tapi tidak mengurangi adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan," ujar Abdul.
Kejadian tanah longsor menjadi bencana yang paling banyak menelan korban jiwa. Paling signifikan terjadi di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Sementara kejadian bencana geologi yang cukup siginifikan adalah Gempa Tapanuli Utara, Sumatera Barat pada Sabtu (1/10/2020).
"Jadi kalau di fase kita sekarang akhir September, awal Oktober, kita masih di tengah musim peralihan, sebenarnya frekuensi kejadian hujan masih tinggi. Artinya, kita masih waspada banjir, tetapi di beberapa tempat karena kondisi kondisi tertentu potensi kekeringan dan kebakaran hutan juga masih cukup tinggi," ujar Abdul.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: