Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

CEO Qlue Percaya Bisnis Akan Tumbuh dari Komitmen Memberikan Dampak Positif pada Masyarakat

CEO Qlue Percaya Bisnis Akan Tumbuh dari Komitmen Memberikan Dampak Positif pada Masyarakat Kredit Foto: Qlue
Warta Ekonomi, Jakarta -

DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki permasalahan lingkungan dan sosial yang cukup banyak, mulai dari banjir hingga terkait dengan kinerja pemerintah. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan atau mengimplementasikan konsep Smart City pertama di Indonesia ang digagas bersama dengan Qlue.

Sejak didirikan secara resmi pada tahun 2016, kini Qlue telah menorehkan banyak prestasi baik dalam nasional maupun di kancah internasional. Dipercaya oleh banyak klien dari berbagai sektor, mulai dari pemerintah, organisasi, perusahaan swatsa, dan berbagai instansi lain, Qlue telah meluncurkan berbagai solusi berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang telah membantu mitra dan kliennya mencapai tujuan bisnis maupun menyelesaikan permasalahan lingkungan dan sosial di masyarakat.

Untuk melihat bagaimana Qlue telah berkembang hingga saat ini, Warta Ekonomi telah melakukan sebuah wawancara bersama dengan Raditya Maulana Rusdi atau biasa dikenal dengan nama Rama Raditya selaku Founder dan CEO dari Qlue yang telah turut berbagi pandangannya dalam menjalankan Qlue hingga berada di posisinya saat ini.

Baca Juga: Gencar Membangun Kota Pintar, Qlue Gandeng Central Group

Momen apa yang pada awalnya membuat Anda memutuskan untuk mendirikan Qlue?

Awal mula Qlue ada dimulai dari perasaan frustasi dan concern terhadap masalah-masalah yang ada, yang kita lihat setiap hari, seperti banjir, jalan rusak, dan masalah-masalah urbanisasi yang terjadi di Jakarta. Itulah yang memicu saya untuk mencari solusi yang berkaitan dengan teknologi yang bisa memecahkan masalah-masalah seperti ini.

Kita semua tahu bahwa permasalahan seperti itu sudah ada sejak lama, dan memang masalah awal yang saat itu kami capture adalah terkait dengan putusnya jembatan komunikasi untuk pelaporan dan juga adanya birokrasi di pemerintah yang terlalu berbelit-belit untuk bisa menindaklanjuti atau bisa merepons berbagai macam keluhan atau berbagai macam laporan.

Industri di bidang AI/IoT cepat sekali berubah, bagaimana strategi Anda untuk membawa Qlue tetap memiliki kekuatan di tengah persaingan industri?

AI ini kan bisa dibilang dinamis dan banyak sekali cakupannya. Yang kami memang fokuskan pada Qlue ini ke AI yang berhubungan dengan penglihatan atau AI vision yang penggunaannya bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari di banyak level seperti level enterprise, level government, dan lainnya. Nah kita memang fokusnya di sisi untuk bagaimana bisa digunakan untuk level perkotaan, level gedung, perumahan, dan seterusnya.

Dengan maraknya kompetitor dan banyaknya kompetitor yang masuk dari luar, fokus kami adalah pada local knowledge yang kami kumpulkan dari data yang diperoleh menggunakan pendekatan hyperlocal. Data-data lokal yang kami miliki itu yang bisa dijadikan senjata kami untuk bisa bersaing melawan kompetitor dari luar.

Mungkin para kompetitor itu merupakan pemain lama di industri ini, namun jika dilihat dari segi kepemilikan data dan juga training data yang berhubungan dengan AI, sudah pasti local player yang bisa mengambil advantage dari local knowledge, seperti yang kami miliki.

Apa saja tantangan terbesar yang dihadapi hingga saat ini?

Tantangan yang pertama adalah edukasi ke market. Karena masih banyak yang bertanya apakah AI ini sekadar hanya untuk menggantikan manusia sehingga manusia nantinya akan digantikan oleh robot. Karena jika kita melihat narasi yang dibangun dari film-film Hollywood mereka akan menggambarkan hal semacam itu bahkan sampai ke titik yang ekstrem di mana manusia akan melawan robot. Sehingga menyebabkan sebagian orang berpikir bahwa ke depannya teknologi semacam ini dapat menggantikan dan membahayakan manusia.

Dalam hal inilah kita ingin mengedukasikan dengan cara komunikasi yang berbeda, bahwa AI bukan menggantikan manusia, melainkan mengangkat skill dari manusia tersebut. Misalkan saja, pilot yang dahulu mengontrol pesawat secara manual kini dapat menggunakan autopilot. Dalam hal seperti ini, tentunya hasilnya akan jauh lebih akurat, tidak menguras emosi, dan manusia sendiri sifatnya akan mengarah ke manajerial, di mana dalam posisi manajerial itu pasti akan memengaruhi juga pada kenaikan pendapatan manusia.

Jadi AI akan mengerjakan pekerjaan yang sifatnya berulang-ulang dan monotonik, sedangkan manusia yang akan memantau.

Yang kedua adalah terkait dengan talenta yang ada. Di Indonesia sendiri bisa dikatakan bahwa talent kita masih jauh dibandingkan dengan negara-negara di luar seperti India, Amerika Serikat, dan lainnya. Tantangan talent kita ini adalah bagaimana kita bisa menelurkan bibit-bibit atau talenta baru yang merupakan engineer AI yang sesuai dengan standar internasional.

Sebagai CEO, bagaimana Anda melihat harapan dan gambaran Qlue di masa depan?

Jadi di industri AI ini masih banyak sekali yang bisa dilakukan karena tidak semua company atau government mulai menggunakan teknologi AI, jadi ini merupakan suatu potensi market yang sangat besar dengan posisi kami di Indonesia.

Ketika berbicara terkait market, teknologi smart city trennya ini akan semakin besar karena di Indonesia sendiri 70% orang akan pindah ke kota di tahun 2050. Seperti saat ini saja kita sedang membangun ibu kota baru yang mengusung smart city. Nantinya, akan muncul lebih banyak kota-kota baru seperti ini. Seperti saat ini juga property developer banyak yang membangun lebih banyak smart city. Karena di Indonesia banyak yang belum tersentuh dari segi pembangunan, khususnya sekarang di infrastruktur dan sebagainya.

Nah, berkaitan dengan Qlue sendiri, lima tahun ke depan kami harus bisa cepat dalam mengikuti pergerakan dan pemekaran daerah seperti ini. Jadi sudah sejak awal kami bekerja sama dengan instansi yang sifatnya fundamental, seperti kementerian, government, dan juga property developer. Karena kami melihat ke depannya kami harus tumbuh bersama mereka.

Sebagai local player, situasi kami sebenarnya sangat menguntungkan karena government lebih menyukai data berada di lokal, engineer-nya juga berasal dari lokal, dan knowledge-nya mengerti local problem. Ini yang saya lihat, Qlue benar-benar harus menempel bersama dengan klien-klien yang sifatnya fundamental di perkotaan Indonesia.

Apa saja pelajaran berharga yang Anda dapatkan selama perjalananya bersama Qlue?

Ada banyak pelajaran penting yang saya dapatkan, ada pula banyak kegalalan yang dari kegagalan itu kami belajar banyak hal penting. Hanya saja ada satu hal, yaitu kami harus fokus pada misi utama kami di bidang kami, setelah itulah baru kami bisa melebarkan sayap ke mana-mana. Seperti contohnya Qlue, kami kan fokusnya di perkotaan, nah setelah sukses dalam membantu perkotaan, di mana perkotaan itu kan elemennya ada banyak, barulah kami mulai bisa merambah ke elemen perkotaan itu dan ke ranah lainnya.

Saya melihat hal yang sulit adalah saat di awal untuk fokus, pasti inginnya langsung besar, langsung sukses, mengerjakan ini-itu, padahal sebenarnya yang paling penting adalah menguatkan basic dan fundamentalnya terlebih dahulu. Kita harus fokus pada internal, menguatkan kualitas produk dan melakukan pengembangan talent.

Karena kalau kita ingin menawarkan produk, maka produk itu harus bagus supaya tidak tergantikan oleh yang lain. Sangat penting untuk fokus dalam menciptakan kualitas yang baik pada produk kami sehingga kami dapat bertahan dan memiliki bisnis yang berkelanjutan.

Bagaimana pengaruh penerapan atas proyek yang telah dihadirkan oleh Qlue?

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: