Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perang Nasdem Vs PDIP Makin Panas Usai Anies Dicapreskan: 'Si Biru' dan 'Antitesa Jokowi' Jadi Perkaranya

Perang Nasdem Vs PDIP Makin Panas Usai Anies Dicapreskan: 'Si Biru' dan 'Antitesa Jokowi' Jadi Perkaranya Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga/tom
Warta Ekonomi, Jakarta -

Konflik antara Partai Nasdem dengan PDIP semakin memanas usai Anies Baswedan dideklarasikan menjadi calon presiden (capres) oleh partai pimpinan Surya Paloh itu. Hal ini nampak dari serangkaian sindiran yang dilontarkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.

Ia sempat menyinggung "si biru" sudah keluar pemerintah yang diduga ditujukan kepada Partai Nasdem karena sudah mencapreskan Anies. Karena Anies, dalam pandangan Hasto, sering tidak sejalan dengan Presiden Jokowi.

Politisi NasDem, Bestari Barus menilai, pernyataan Hasto itu sudah kelewat batas. Serangan-serangan yang dilancarkan PDIP pada NasDem dan Anies, kata dia, membuat gaduh hubungan politik yang sudah berlangsung dalam dua periode kepemimpinan Presiden Jokowi.

Baca Juga: Deklarasi Anies Bikin Elite Politik Perang Saling Sindir, Warganet Asyik Nyimak: PDIP Mulai Panas Dingin Lihat Manuver Nasdem

Eks anggota DPRD DKI itu bilang, Hasto terlalu mencampuri urusan dalam negeri NasDem dalam mengusung capres. Padahal, keputusan NasDem mengusung Anies sebagai capres merupakan hak politik setiap parpol.

Bestari heran dengan pernyataan Hasto yang menganggap NasDem sudah keluar dari koalisi pemerintah. Padahal, sudah berulang-ulang kali NasDem tegaskan kesetiaan pada Jokowi. NasDem akan tetap mengawal kepemimpinan Jokowi hingga 2024.

"Kita perlu klarifikasi bahwa NasDem itu komitmen dan konsisten untuk terus mendukung Pak Jokowi," tegasnya, kemarin. Dia mengingatkan Hasto Cs untuk berhenti menyerang NasDem dan Anies.

Sekjen NasDem, Johnny G Plate juga menegaskan, dukungan untuk Anies tak mempengaruhi kesetiaan partainya pada pemerintahan Jokowi. Ia menyatakan, NasDem berkomitmen mendukung Jokowi hingga akhir masa jabatan.

Untuk itu, Johnny mengajak semua pihak di pemerintahan Jokowi untuk tetap solid dan tak terpengaruh isu liar politik.

"Namun, proses demokratisasi juga harus dibuka ruangnya. Di sini pentingnya pengambilan keputusan dengan menghormati hak-hak dan independensi parpol," sebut Menteri Komunikasi dan Informatika itu.

Apa tanggapan PDIP? Politisi PDIP, Andreas Hugo Pereira mengaku miris dengan gaya politik yang dilakukan NasDem. Menurutnya, mengusung figur oposisi sebagai capres, tapi masih bicara setia terhadap pemerintah. "Secara formal ya seperti itu lah seharusnya," sindir Andreas.

Dia mempersilakan masyarakat menilai kualitas komitmen NasDem sebagai partai pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. "Toh, masyarakat tetap menilai, bisa melihat realita-realita politik yang ada. Buat PDI Perjuangan, kita menjaga betul integritas, santunnya kata dan perbuatan," tandas anggota Komisi X DPR itu.

Baca Juga: Hasto PDIP Ragukan Anies Bakal Lanjutkan Program Jokowi: Dari Gubernur Saja Sudah Antitesa

Karena itulah, Andreas malah melempar opsi untuk NasDem mengundurkan diri sekalian dari koalisi pemerintahan Jokowi. "Jangan tunggu dikeluarkan Presiden," terang dia.

Zulfan Lindan Vs Hasto

Belum beres debat soal "si biru" keluar dari pemerintah, kemarin NasDem dan PDIP terlibat perang omongan lagi. Pemicunya adalah politisi senior NasDem, Zulfan Lindan yang menyatakan "Anies itu antitesa Jokowi".

Zulfan mengungkapkan, partainya sudah melakukan kajian dengan pendekatan filsafat dialektika sebelum menetapkan Anies sebagai capres. NasDem menilai Anies merupakan antitesis dari Presiden Jokowi, sehingga cocok diusung sebagai bakal capres.

Maksudnya? "Pertama apa, Jokowi ini kita lihat sebagai tesa, tesis, berpikir dan kerja, tesisnya kan begitu Jokowi. Lalu kita mencari antitesa, antitesanya apa? Dari antitesa Jokowi ini yang cocok itu, Anies," kata Zulfan, dalam diskusi Adu Perspektif Total Politik yang berlangsung daring, Selasa (11/10) malam.

Zulfan menuturkan, Anies memiliki kemampuan berpikir yang berkonsep, yang dirumuskan dalam kebijakan (policy). Dia menilai tokoh lainnya yang memiliki elektabilitas bagus seperti Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo hampir sama seperti Jokowi. "Apa artinya, dia berpikir secara konseptualisasi, kemudian itu dirumuskan dalam policy-policy," jelasnya.

Anies ini sintesanya akan lebih dahsyat lagi nanti 2029. Kalau Ganjar, dari tesa ke tesa, nggak ada antitesa. Prabowo dari tesa ke tesa, nggak ada antitesa. (Puan) mirip-mirip," ujarnya.

Baca Juga: Usai Deklarasi Anies Baswedan, Keretakan dalam Nasdem Mulai Terlihat, Zulfan Lindan Diberhentikan

Pernyataan Zulfan yang menyebut Anies sebagai antitesa Jokowi, membuat Hasto kaget. "Ini menimbulkan persoalan tata pemerintahan dan etika politik yang sangat serius," kata Hasto, kepada wartawan, kemarin.

Menurut Hasto, pernyataan Zulfan merupakan penegasan sikap partai NasDem. Dengan mencalonkan Anies, kata Hasto, NasDem juga menjadi antitesis.

"Antitesa artinya vis a vis, diametral. Jadi, secara sadar, NasDem melalui pernyataan Pak Zulfan Lindan menegaskan hal tersebut," kata Hasto. "Dengan demikian, dalam cara berpikir, kebijakan dan skala prioritas NasDem dengan mencalonkan Pak Anies juga menjadi antitesis," sambungnya.

Hasto lalu mengaitkan sikap NasDem itu dengan para kadernya yang duduk di kursi menteri pemerintahan Jokowi. Hasto menilai hal itu kontradiksi, mengingat sikap NasDem saat ini mendukung tokoh yang disebut antitesis Jokowi.

"Bukankah dukungan NasDem terhadap Pak Anies tersebut bersifat wajib bagi kader NasDem. Kecuali NasDem mengecualikan bahwa menteri-menteri yang di kabinet, menyatakan secara formal tidak mendukung Pak Anies," sindirnya.

Problematika berpemerintahan seperti itu, kata dia, harus dijawab dalam perspektif tata negara yang baik. Dia lantas mempertanyakan tanggung jawab etik politik dari partai yang berkomitmen untuk mendukung keberhasilan pemerintah, tapi mengusung capres yang justru antitesa  dengan Jokowi. "Ini kan jadi kontradiktif dan rumit," kata Hasto.

Hasto meminta NasDem memberikan penjelasan terkait hal itu. "Berbagai persoalan etik tersebut yang harus dijawab, lengkap dengan berbagai kontradiksi kebijakan dalam jalannya pemerintahan," kata dia.

Lalu, siapa yang untung dan siapa yang buntung di balik meruncingnya perdebatan PDIP dan NasDem ini? Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Jamaludin Ritonga menyebut NasDem dan PDIP telah pecah kongsi. Kata dia, perpecahan itu sebenarnya bukan hanya terjadi pasca NasDem mengusung Anies sebagai capres.

Baca Juga: Sebut Anies Baswedan Antitesis Presiden, Zulfan Lindan Dinonaktifkan Nasdem

Menurutnya, PDIP dengan NasDem memang sudah tidak harmonis sejak lama. Ditandai dengan hubungan tidak baik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Ketua Umum NasDem Surya Paloh. "Memang tidak jelas pemantik ketidakcocokan kedua ketua umum partai politik tersebut," kata Jamaludin.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno memprediksi, puncak perseteruan itu, yakni PDIP bakal mem-blacklist NasDem dari penjajakan koalisi. Bagi PDIP, sosok Anies yang diusung NasDem sebagai capres, dianggap memiliki ideologi dan mazhab politik yang berseberangan dengan partainya.

Kata dia, Anies dianggap sebagai figur kelompok-kelompok kritis Islam yang cukup dekat dengan irisan-irisan yang disebut pemilih Islam kanan. "Ini dua kutub ekstrem memang, yang menurut kita, sampai saat ini agak sulit untuk dipertemukan," pungkas Adi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: