Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Adakah Dampak Isu Sirup Beracun pada Produsen Botol Plastik PET di Indonesia?

Adakah Dampak Isu Sirup Beracun pada Produsen Botol Plastik PET di Indonesia? Kredit Foto: Antara/Jojon
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bahan kimia “etilen glikol” dalam sirup obat batuk diduga telah menewaskan anak-anak di Gambia, Afrika. Kasus ini merembet ke etilen glikol di botol plastik PET di Indonesia.

Hampir bersamaan dengan di Afrika, puluhan anak juga keracunan sirup obat di Indonesia. Dunia kesehatan panik. Bahan kimia etilen glikol jadi salah satu tersangka utama. AMDK botol yang beredar di pasaran juga dikait-kaitkan agar diwaspadai.

Pasalnya, senyawa etilen glikol yang digunakan sebagai peluruh di dalam sirup obat batuk, juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan botol-botol plastik jenis polyethylene terephthalate (PET) untuk air mineral. 

Faktanya, senyawa etilen glikol dalam sirup obat batuk dan sebagai bahan dasar pembuatan botol PET, jelas tidak saling terkait karena berbeda peruntukan dan pengaruhnya. 

“Pada saat digunakan sebagai kemasan botol atau galon, plastik PET secara saintifik bisa dikategorikan aman,” kata Prof. Mochamad Chalid, pakar teknologi polimer dari Departemen Metalurgi dan Material FTUI, di Jakarta (20/10). 

Menurut Chalid, karakteristik utama etilen glikol sudah tidak ada lagi pada saat berganti jadi plastik PET. Katalisnya pun dalam jumlah sangat sedikit dan aman. “Dari sisi teknologi, plastik PET aman digunakan  untuk kemasan makanan dan minuman,” katanya.

Namun tak bisa dihindarkan,  publik yang panik bisa dipastikan akan mewaspadai dari mana sumber botol-botol plastik PET yang  airnya mereka konsumsi.

Pelaku usaha air minum dalam kemasan di Indonesia biasanya memproduksi dua jenis kemasan: yaitu galon plastik keras polikarbonat (PC) yang mengandung bisphenol-A (BPA) dan juga kemasan botol  plastik yang menggunakan plastik PET.

Kedua jenis plastik tersebut belakangan makin mencorong namanya karena dikait-kaitkan dengan isu kesehatan. Meskipun faktanya, keduanya sangat berbeda jauh soal keamanannya. Plastik PET lebih diterima secara global, berbeda dengan plastik BPA yang banyak kena regulasi dan larangan.

Berdasarkan data Lembaga internasional Euromonitor, pangsa pasar terbesar AMDK botol plastik (jenis PET) dikuasai oleh brand Danone Aqua yang menjadi market leader AMDK di Indonesia. Sisanya dibagi antara banyak pemain di bisnis AMDK botol plastik PET. 

Media asal Inggris, The Guardian, menyebutkan ada 1 juta botol plastik yang diproduksi setiap menit di dunia, jumlah ini sama dengan 20.000 botol plastik setiap detik.

Indonesia sendiri tercatat di posisi ke-4 sebagai negara yang masyarakatnya menjadi konsumen AMDK botol plastik PET terbanyak di dunia. Menurut Euromonitor, hampir setengahnya dari penjualan botol minuman di Indonesia, disumbang oleh Danone Aqua. 

Mengutip data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun. Sebanyak 5 persennya, atau 3,2 juta ton, merupakan sampah plastik.

Dari jumlah 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk AMDK bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen. Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek merupakan sampah AMDK kemasan gelas plastik.

Selain volume timbulan, setelah dikonsumsi, AMDK botol plastik PET berukuran di bawah 1 liter sangat sulit untuk dikumpulkan. Akibatnya, sampah produk AMDK berukuran mini ini tercecer dan mengotori lingkungan.

"Ukuran yang kecil-kecil itu berpotensi besar menjadi polutan,” kata Kepala Subdirektorat Tata Laksana produsen, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ujang Solihin Sidik, dalam sebuah acara bincang-bincang via webinar.

Botol kemasan PET terbukti menjadi sumber sampah terbesar di Sungai Ciliwung, dan Danone Aqua berada di posisi puncak berdasarkan hasil brand audit kolaboratif TribunBogor dan sebuah LSM lingkungan pada September 2002 lalu.

Pada 2021, Lembaga swadaya masyarakat Sungai Watch, mengumumkan hasil brand audit terhadap sampah plastik yang mencemari sungai dan laut di Bali. Hasilnya, Sungai Watch menemukan 10 besar perusahaan yang produk dan kemasannya yang paling mencemari Bali, utamanya dari posisi paling atas adalah Danone Aqua, Wings Surya, Orang Tua Group, Santos Jaya Abadi, Unilever, Indofood, Mayora Indah, Coca-cola, Garuda Food, dan Siantar Top.

"Perusahaan yang paling banyak menyampah di Bali adalah Danone Aqua dengan total sampah plastik 27.486 item atau 12 persen dari total sampah plastik yang dianalisis,”  tulis Sungai Watch dalam laporan mereka.

Menurut laporan Sungai Watch, sampah plastik Danone Aqua bersumber dari sampah plastik AMDK gelas (14.147 item) dan botol PET (12.352 item). Danone Aqua sudah puluhan tahun dikenal menguasai pasar AMDK gelas dan botol plastik PET di tanah air.

Dari perkiraan total produksi 5,13 miliar gelas dan 2,7 miliar botol per tahun, Danone Aqua menyumbang masing-masing 587 juta gelas (11 persen) dan 1,3 miliar botol PET (49 persen).

Dari total pasar AMDK segala bentuk, Danone Aqua menguasai 51,4 persen pasar, disusul Le Minerale (18,8 persen), Vit (4,4 persen), Club (3 persen) dan Nestle (2,8 persen). Sisanya sekitar 20 persen pangsa pasar merupakan bagian dari penjualan 1.000 lebih milik brand lain.

Apakah kepanikan masyarakat ini bisa berdampak negatif pada penjualan AMDK botol PET di Indonesia? Belum diketahui pasti. Tentu saja sulit dibayangkan gara-gara isu sirup obat batuk, bisnis AMDK botol PET bisa  terancam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: