Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Dapat Dimungkiri, Hal Ini Masih Menjadi Pekerjaan Rumah Sektor Sawit di Indonesia

Tak Dapat Dimungkiri, Hal Ini Masih Menjadi Pekerjaan Rumah Sektor Sawit di Indonesia Petani mengumpulkan buah sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (9/5/2022).Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap larangan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dan produk-produk turunannya tidak berlangsung lama, karena akan mempengaruhi keseluruhan ekosistem industri sawit nasional. | Kredit Foto: Antara/Budi Candra Setya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pelaku industri sawit masih menghadapi pekerjaan rumah untuk memperbaiki produktivitas sawit yang dihasilkannya setiap tahun. Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono mengungkapkan, terdapat kecenderungan telah terjadi penurunan produktivitas (yield), di sisi lain biaya produksi juga terus meningkat. 

"Produktivitas sawit secara nasional masih jauh di bawah potensi dari standar yang dibuat Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Kita baru mencapai 47 persen dari potensi produktivitas yang semestinya dapat dicapai," ujar Joko, dalam IPOS Forum ke-7 di Medan, Kamis (20/10/2022), dilansir dari laman Majalah Sawit Indonesia. 

Baca Juga: Bangun Proyek Irigasi, Pemerintah India Buktikan Keseriusan Pengembangan Sawit

Disampaikan Joko, produktivitas sawit turun dengan rata-rata 2 persen per tahun. Hal ini menandakan bahwa perusahaan belum mencapai potensi maksimal dari bahan tanaman. Kalkulasi penurunan produktivitas sawit ini bersumber dari kompilasi data 7 perusahaan sawit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Lantaran, diakui Joko, memang belum ada data akurat berkaitan produktivitas sawit secara nasional. 

"Memang ketujuh perusahan tersebut tidak dapat mewakili perkembangan produktivitas sawit Indonesia. Tetapi, dari data tersebut ada gambaran jelas. Apalagi, emiten sawit tersebut kontinyu melaporkan data dan sangat kredibel," kata Joko.

Diakui Joko, setiap tahun rata-rata produksi sawit secara nasional mengalami peningkatan. Merujuk data GAPKI, produksi sawit nasional mencapai 51 juta ton pada 2021. Jumlah ini lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang sebanyak 46,8 juta ton. Namun, kenaikan produksi ini tidak ditopang oleh peningkatan produktivitas sawit.

"Produksi sawit nasional tumbuh karena adanya penambahan lahan tertanam. Bukan dipengaruhi kenaikan produktivitas. Ini pekerjaan rumah terbesar bagaimana produktivias sawit dapat ditingkatkan," kata Joko.

Sementara itu, pelaku usaha dihadapkan pada kenaikan biaya produksi secara bertahap setiap tahunnya. Menurutnya industri sawit dalam negeri menghadapi kenaikan biaya produksi sebagai dampak kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) rata-rata 10% per tahun.

Baca Juga: Minyak Sawit Masuk dalam Jajaran 10 Produk Paling Diminati pada TEI Ke-37

"Ini masalahnya, biaya produksi terus meningkat tetapi tidak dibarengi pertumbuhan produktivitas sawit," jelasnya.

Joko menuturkan, upaya peningkatan produktivitas di perkebunan sawit sejatinya telah dibuat pemerintah melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Program PSR sangat efektif membantu rendahnya produktivitas sawit petani melalui penggantian bahan tanaman unggul. Masalah produktivitas ini diharapkan dapat menjadi bahan diskusi para peneliti. Joko berharap riset dapat membantu penyelesaian masalah agar industri sawit tetap compatible dan menjadi leading sector.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Ayu Almas

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: