Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Puadi mengungkap, sejumlah potensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) saat gelaran Pemilu 2024. Sedikitnya, ada tiga potensi pelanggaran HAM.
Pertama, pemenuhan hak pilih kelompok rentan. Menurut Puadi, penyandang disabilitas masih terkendala stigma bahwa mereka tidak punya kapasitas untuk memilih.
Kedua, masyarakat adat berpotensi tidak bisa menggunakan haknya untuk memilih karena belum memiliki KTP elektronik. Ketiga, menurutnya penyebaran hoaks juga bagian pelanggaran HAM.
Dia menjelaskan, masifnya penyebaran hoaks ketika pemilu dapat dilihat dari pengalaman Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. “Dalam pengalaman tersebut, hoaks diproduksi dan disebarkan dengan tujuan menjatuhkan karakter lawan,” kata Puadi dalam diskusi Analisa HAM pada Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024 yang digelar Komnas HAM di Jakarta, kemarin.
Untuk mencegah dan menindak tiga potensi pelanggaran HAM itu terjadi, Puadi menyatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk dengan Komnas HAM. Dalam konteks pencegahan, Bawaslu akan melakukan koordinasi untuk memastikan pelanggaran HAM dalam Pemilu tidak terjadi.
"Sedangkan dalam konteks penindakan, Bawaslu akan berpegang pada ketentuan UU 7/2017 tentang Pemilu untuk melakukan penanganan pelanggaran administratif dan tindak pidana pemilu," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu RI itu.
Khusus terkait informasi hoaks, Puadi mengakui bahwa UU Pemilu tidak mengatur secara eksplisit soal larangan menyebar kabar bohong di luar masa kampanye. Adapaun dalam masa kampanye, larangannya tercantum pada pasal 280.
Dalam melakukan pengawasan atas konten hoaks, Puadi menyebut bahwa Bawaslu bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait seperti Kominfo, Komisi Penyiaran Indonesia, dan Dewan Pers.
“Bawaslu juga melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan penyedia platform media sosial, seperti facebook, twitter, dan lainnya," kata Puadi.
"Bahkan, sudah ada kerja sama dengan kepolisian yang memiliki alat dan kemampuan dalam melakukan digital forensik berkaitan dengan proses penegakan hukum,” imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Boyke P. Siregar
Tag Terkait: