Jangan Cemas, Pakar Ungkap Gerakan Non Blok Masih Relevan Jaga Perdamaian karena...
Yang jelas, lanjut Hasto, seluruh gagasan di atas membutuhkan kehadiran seorang pemimpin negarawan yang memiliki visi membangun dunia baru, dan memiliki karakter untuk mempromosikan kolaborasi, kerjasama antarbangsa, dan keyakinan bahwa manusia adalah penghuni planet yang sama.
“Atas dasar itu, dengan cerahnya masa depan dunia di Asia, hal ini menjadi tantangan agar Asia tidak melakukan disrupsi dengan cara yang sama,” kata Hasto.
Baca Juga: Tanggapi Manuver Relawan Jokowi, Hasto PDIP: Gak Jelas!
Hasto menerangkan Asia bersama Afrika dan Amerika Latin dalam semangat Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Nonblok, serta Konferensi Tri-Kontinental harus bersatu untuk mengubah dunia.
"Mengedepankan wajah kemanusiaan, kerja sama ekonomi yang adil, dan berbagi kemakmuran. Pada akhirnya, pelestarian bumi, keselamatan alam semesta, harus diperjuangkan bersama karena kita hidup di planet yang sama,” pungkas Hasto.
Anggota delegasi Brasil Beatriz Bissio mengatakan dirinya akan menularkan semangat baru kebangkitan GNB ke negaranya dan kawasan Amerika Selatan lainnya.
“Membawa pesan bahwa kita harus berjuang untuk masa depan. Kita harus yakin dengan kekuatan sendiri dan kita dapat memulai jalur konkret untuk memajukan diri kita,” kata Beatriz.
Menurutnya, selama ini sudah ada pergerakan sosial, perempuan, dan lainnya dari bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Namun selama ini gerakan itu belum sepenuhnya didengar.
“Jadi, dengan semangat baru ini, dengan legacy (KAA) Bandung dan Gerakan Non Blok, kita punya alat untuk mengubah dunia,” tegas Beatriz.
Sementara inisiator Konferensi Bandung-Belgrade- Havana, Darwis Khudori mengatakan satu hal yang kini menjadi tantangan bagi bangsa Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Menurut Khudori tantangan itu ialah menemukan kepemimpinan baru yang bisa menggerakkan solidaritas. Dahulu, di generasi pertama pimpinan negara Asia, Afrika, Latin, ada sosok seperti Soekarno, Nehru, hingga Fidel Castro.
Mereka bisa menggerakkan solidaritas itu. Namun makin ke sini, pemimpin generasi kedua dan ketiga, ternyata kerap dianggap kurang bisa mengangkat kembali semangat solidaritas bangsa-bangsa Asia, Afrika, Latin, dan yang tergabung dalam GNB.
“Maka menjadi tantangan ke depan bagaimana ada sosok pemimpin yang bisa menggaungkan kembali solidaritas itu,” tegas Darwis.
Acara Bandung-Belgrade-Havana in Global History and Perspective merupakan tapak tilas KAA 1955. Pemhukaan dilakukan di Jakarta pada beberapa hari lalu.
Setelahnya, peserta berangkat di Bandung, bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran (Unpad), membahas langkah-langkah berbasis semangat Konferensi Asia Afrika 1955. Setelah itu rombongan ke Surabaya, dan selanjutnya akan ke Bali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: