Miliarder Australia Kerahkan Dana Rp392 Triliun untuk Bangun Kembali Ukraina, Zelensky Sambut dengan Tangan Terbuka
Miliarder pertambangan Australia, Andrew Forrest meluncurkan dana yang diharapkan bernilai setidaknya USD25 miliar (Rp392 triliun) untuk membantu membangun kembali Ukraina yang dilanda perang.
Forrest dan istrinya telah berkomitmen USD500 juta (Rp7,8 triliun) untuk dana tersebut, yang menurut penyelenggara akhirnya bisa tumbuh menjadi USD100 miliar (Rp1.567 triliun).
Melansir BBC International di Jakarta, Kamis (17/11/22) Inisiatif Pertumbuhan Hijau Ukraina berencana untuk berinvestasi dalam infrastruktur utama seperti energi dan jaringan telekomunikasi.
Presiden Zelensky menyambut baik langkah tersebut.
Baca Juga: Miliarder Megadonor Ini Ungkap Tidak Akan Dukung Donald Trump di Pilpres AS 2024
"Kami akan mengambil keuntungan dari fakta bahwa apa yang telah dihancurkan Rusia dapat dengan mudah diganti dengan infrastruktur hijau dan digital terbaru, paling modern," kata Zelensky.
Dana tersebut mengatakan telah bekerja dengan Larry Fink, ketua raksasa investasi BlackRock, dan berharap untuk mendapatkan dukungan dari dana kekayaan negara dan investor profesional lainnya.
Sejak mulai mengerjakan dana tersebut pada awal Maret, Forrest mengatakan dia telah membahas rencana ini dengan sejumlah pemimpin dunia termasuk Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris saat itu Boris Johnson dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.
"Presiden [Zelensky] melihat itu sebagai peluang untuk sepenuhnya mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara [dan] nuklir lama dengan energi hijau baru," kata Forrest kepada BBC.
"Modal itu akan tersedia segera setelah pasukan Rusia dipindahkan dari tanah air Ukraina," tambahnya.
Forrest membuat kekayaannya dari ledakan pertambangan Australia. Dia adalah pendiri dan ketua eksekutif raksasa bijih besi Fortescue Metals.
Dalam beberapa tahun terakhir, dia telah mengalihkan perhatiannya ke teknologi berkelanjutan, dengan inisiatif untuk mendekarbonisasi operasi penambangannya dan menjadi produsen utama hidrogen hijau.
Invasi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan sebagian besar infrastruktur negara itu hancur atau rusak.
Serangan rudal Rusia baru-baru ini menargetkan jaringan energi Ukraina termasuk pembangkit listriknya.
Pada bulan Juli Perdana Menteri Ukraina Denys Shmyhal mengatakan akan menelan biaya USD750 miliar (Rp11.760 triliun) bagi negara untuk pulih dari perang yang telah menyebabkan kerusakan langsung senilai USD100 miliar (Rp1.567 triliun) pada infrastruktur.
Minggu ini Rusia dengan marah menolak seruan internasional untuk membayar kerusakan perang yang ditimbulkannya di Ukraina.
Kejadian itu terjadi setelah Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang mengatakan Rusia harus menghadapi konsekuensi dari tindakannya, termasuk membayar ganti rugi.
Resolusi Majelis Umum membawa bobot simbolis tetapi tidak memiliki kekuatan untuk menegakkan kepatuhan.
Kremlin mengatakan akan bekerja untuk menghentikan Barat merebut cadangan internasionalnya untuk membayar reparasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: