Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rakyat China Justru Bingung Kebijakan Nol Covid Xi Jinping Dilonggarkan karena...

Rakyat China Justru Bingung Kebijakan Nol Covid Xi Jinping Dilonggarkan karena... Kredit Foto: Reuters/Thomas Peter
Warta Ekonomi, Beijing -

Pelonggaran secara signifikan kebijakan ketat 'nol-Covid' China yang diumumkan pada Rabu di tengah berlanjutnya penyebaran virus Corona telah memicu kebingungan dan kecemasan di kalangan masyarakat.

Kebingungan di tengah pelonggaran kebijakan itu diwarnai dengan kondisi obat flu yang habis diborong dan otoritas kesehatan tidak lagi melacak kasus positif Covid-19.

Baca Juga: Sorak-sorai Masyarakat China yang Sambut Kebijakan Ketat Covid-19 Secara Nasional

Langkah-langkah pelonggaran termasuk mengizinkan mereka yang tidak memiliki gejala Covid-19 atau bergejala ringan untuk isolasi mandiri di rumah, alih-alih di fasilitas yang ditunjuk, sehingga meningkatkan permintaan obat-obatan.

Pelonggaran itu menyusul aksi protes nasional yang jarang terjadi di China terhadap aturan penguncian dan pembatasan ketat lainnya pada akhir November.

Banyak warga menyambut langkah-langkah terbaru pelonggaran itu tetapi pada saat yang sama khawatir tentang tingkat infeksi. Orang yang bepergian melintasi wilayah China tidak lagi diperiksa status negatif Covid-nya, dan untuk masuk ke banyak ruang publik pun tidak lagi perlu menunjukkan hasil tes negatif pada aplikasi di ponsel.

Namun, beberapa tempat di Beijing termasuk restoran masih mensyaratkan hasil tes negatif yang dikeluarkan dalam 48 jam terakhir sehingga masih banyak orang mengantre untuk tes PCR gratis.

Selama beberapa hari terakhir, sejumlah orang mengeluh bahwa hasil tes mereka tidak muncul di aplikasi, dan otoritas kesehatan menjelaskan bahwa hal itu karena mereka diduga positif Covid-19.

Di lokasi pengujian PCR, sampel dari 10 orang biasanya diuji bersama. Ketika hasil tes positif, pihak berwenang biasanya melakukan pemeriksaan baru untuk mengidentifikasi kasus positif di antara mereka yang dicurigai positif.

Namun, pihak berwenang tampaknya telah berhenti melacak kasus positif, dan beberapa tempat pengujian memasang pemberitahuan yang mengatakan "Jika hasil tes Anda tidak keluar, jangan bertanya."

China telah menekankan deteksi dini infeksi virus corona melalui pemeriksaan massal yang tiada henti.

Namun, pengujian secara massal dan terus-menerus sulit untuk dipertahankan karena biaya yang meningkat dan kurangnya tenaga kerja di tengah lonjakan kasus Covid-19 nasional baru-baru ini, yang mencapai rekor tertinggi pada November, menurut sumber pemerintah China.

Langkah-langkah baru pelonggaran aturan Covid-19 juga termasuk melarang pembatasan penjualan obat flu yang dijual bebas. Apotek di seluruh negeri diharuskan mempertahankan operasi rutin untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.

Pada Kamis, barang-barang seperti obat batuk terjual habis di beberapa apotek dan pembelian secara daring memerlukan waktu satu bulan untuk pengiriman.

Pada konferensi pers, para pejabat kesehatan berjanji untuk segera menangani masalah persediaan obat-obatan guna meredakan kekhawatiran publik. Sejak dimulainya protes anti-lockdown, termasuk adanya seruan agar Presiden Xi Jinping mundur, China semakin menyerukan tindakan anti-virus yang "dioptimalkan" dan menekankan bahwa virulensi varian Omicron melemah.

Langkah-langkah pembatasan yang berlarut-larut telah memperlambat pertumbuhan ekonomi China, dengan ekspansi 3,9 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat pada periode Juli hingga September 2022.

Beijing sebelumnya menetapkan target pertumbuhan ekonomi untuk 2022 sekitar 5,5 persen. Menurut media pemerintah China, Perdana Menteri Li Keqiang mengatakan kepada Presiden Bank Dunia David Malpass dalam pertemuan mereka di Provinsi Anhui pada Kamis bahwa pertumbuhan ekonomi China akan terus meningkat mengikuti penerapan langkah-langkah pengoptimalan dan penyesuaian baru.

Baca Juga: BRI Layani Penukaran Uang Baru di 391 Kantor Cabang Selama Ramadan

Artikel ini merupakan kerja sama sindikasi konten antara Warta Ekonomi dengan Republika. Berita terkini dari Warta Ekonomi bisa kamu dapatkan di Google News.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: