Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Lagi Relevan, Jokowi Didesak Evaluasi Kebijakan Dana Bagi Hasil

Tak Lagi Relevan, Jokowi Didesak Evaluasi Kebijakan Dana Bagi Hasil Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah pusat perlu segera mengevaluasi porsi pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) ) untuk daerah penghasil minyak dan gas (migas). Sebab aturan yang ada sudah tak lagi relevan.

Anggota Komisi VII DPR Mulyanto berpandangan Presiden harus memperhatikan aspirasi daerah secara sungguh-sungguh. Pasalnya, isu terkait bagi hasil migas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat sensitif.

Bila tidak dikelola dengan baik bisa berdampak luas hingga ke masalah kedaulatan negara. “Sudah saatnya Presiden memperhatikan kembali aturan dana bagi hasil migas ini. Buatlah besaran persentase bagi hasil yang adil dan masuk akal. Jangan sampai daerah penghasil migas kecewa lantaran tidak dapat menikmati hasil eksploitasi SDA mereka secara wajar,” kata Mulyanto di Jakarta, kemarin.

Ia meminta Jokowi meninjau ulang semua aturan terkait dana bagi hasil tersebut. Termasuk meninjau ulang besaran bagi hasil dan komponen perhitungannya. Presiden harus melibatkan semua pemangku kepentingan agar tidak ada daerah penghasil migas yang merasa dieksploitasi tapi tidak dapat menikmati hasilnya.

“Pemerintah harus adil terhadap daerah penghasil migas yang miskin. Jangan hanya menyedot SDA dari tanah leluhur mereka lalu setelah itu meninggalkan penderitaan bagi masyarakat. Presiden harus belajar dari sejarah yang ada. Bahwa hampir semua gejolak atau perlawanan di daerah kepada Pemerintah pusat dipicu oleh urusan bagi hasil ini,” jelas Mulyanto.

Baca Juga: Menjelang Nataru, Permintaan Komoditas Bahan Pangan Mulai Meningkat

Ia menambahkan bahwa aturan terkait DBH ini sudah lama berlaku, sehingga beberapa poin aturan tersebut sudah tidak relevan. Terutama jika dikaitkan dengan semangat otonomi daerah dan upaya percepatan peningkatan kesejahteraan daerah-daerah terpencil.

Karena itu Mulyanto menilai apa yang disampaikan Bupati Meranti Muhammad Adil yang ramai belakangan ini terkait kejelasan DBH sebagai permintaan yang wajar.

Mulyanto yakin, selain Muhammad Adil masih ada pejabat daerah lain yang mempunyai aspirasi serupa. “Presiden harus berani membuat terobosan yang menguntungkan masyarakat daerah penghasil migas dan minerba. Jangan sampai mereka terus dieksploitasi tapi tidak sejahtera. Ini kan tidak adil dan juga bertentangan dengan ruh konstitusi bahwa kekayaan alam dikuasai negara dan sebesar-besarnya digunakan untuk kemakmuran rakyat,” ujar Mulyanto.

Sebelumnya, Bupati Meranti Muhammad Adil mengungkapkan protes ke Kementerian Keuangan terkait DBH daerah penghasil migas yang justru menyusut di saat harga minyak maupun nilai tukar dollar sedang tinggi.

“Dulu dapatnya perhitungan Rp114 miliar tahun 2022, sekarang harga minyak naik lifting minyak naik, nilai tukar dollar naik dapatnya kok tambahannya Rp700 juta, kenapa?” kata Adil.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Boyke P. Siregar

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: