Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bantah Adanya Ketergesaan dalam Pembentukan KUHP, Yasonna Laoly: Lihatlah Sejarah!

Bantah Adanya Ketergesaan dalam Pembentukan KUHP, Yasonna Laoly: Lihatlah Sejarah! Kredit Foto: Andi Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna Laoly, membantah opini publik yang menyebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disusun secara terburu-buru. Berdasarkan sejarahnya, dia menuturkan KUHP telah diwacanakan sejak tahun 1963 dan kemudian disusun pada tahun 1970.

"Kalau ada yang mengatakan bahwa rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini ujug-ujug, buru-buru, saya mengatakan; lihatlah sejarah pembentukannya," kata Yasonna dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2022 Kementerian Hukum dan HAM, Tangerang, Kamis (15/12/2022).

Baca Juga: Orang Istana Tegas: KUHP Tidak Bertentangan dengan Demokrasi

Yasonna menegaskan penyusunan KUHP yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah, pada 6 Desember 2022 lalu, merupakan KUHP yang paling banyak melibatkan para ahli dalam penyusunannya.

"Inilah rencana undang-undang yang paling banyak melibatkan ahli, yang paling banyak melakukan sosialisasi," jelasnya.

Kendati demikian, dia tidak menyangkal adanya penolakan dari sejumlah pihak. Yasonna menilai, kemajemukan Indonesia tidak bisa membuat semua pihak setuju dengan KUHP tersebut.

"Dari kutub-kutub penolakan yang sangat liberal, liberal, sampai yang konservatif. Dari pandangan individualistis, kolektifis, tetapi kita harus Ingat bahwa bangsa ini didasarkan kepada nilai-nilai budaya dan adat Indonesia, berdasarkan filosofi bangsa Indonesia, berdasarkan ideologi bangsa," kata Yasonna.

"Bangsa yang sangat mejemuk dari segi kultur, budaya, agama, value, tidak mungkinlah kita membuat satu hukum pidana yang disepakati oleh 100 persen, oleh semua anak bangsa," jelasnya.

Baca Juga: Pasal Kontroversial KUHP Bikin Amerika dan Australia Gerah, Uni Eropa Kasih Respons Santai

Sebagaimana diketahui, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Pusat resmi mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui Rapat Paripurna yang digelar pada Selasa (7/12/2022) lalu. Dalam proses pengesahannya, DPR dan Pemerintah Pusat menerima banyak protes dari masyarakat sipil.

Protes tersebut dipicu karena RKUHP dianggap banyak mengandung pasal-pasal yang kontroversi. Para pihak yang menyuarakan serangkaian protes juga menilai RKUHP banyak mengandung pasal warisan kolonial.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Hidayat
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: