Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Peringatan Refly Harun Soal Gelombang Resign Kader PSI Karena Alasan Prinsipil

Peringatan Refly Harun Soal Gelombang Resign Kader PSI Karena Alasan Prinsipil Kredit Foto: PSI
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menyoal terkait hengkangnya kader-kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dari partai, pengamat politik Indonesia Refly Harun memberikan beberapa pandangannya termasuk peringatan terhadap situasi yang terjadi.

Kader yang keluar, termasuk baru-baru ini ramai diperbincangkan adalah hengkangnya Rian Ernest dari PSI juga bantahan dari Giring Ganesha telah kembali menyeret pada pernyataan Grace Natalie yang menyatakan bahwa hengkangnya para kader dari partai merupakan bentuk dari pemurnian.

Grace menyampaikan bahwa pemurnian ini terjadi dengan alasan utama keluarnya pada kader dari partai adalah atas dasar alasan prinsipil. Seperti pada saat situasi pemurnian terjadi bersamaan dengan momen Pilkada DKI 2017 lalu saat PSI menetapkan posisinya sebagai pendukung Ahok. Di mana politik identitas menjadi sangat kental dan seleksi alam di partai terjadi dengan Grace yang mengatakan bahwa kader yang keluar tidak lagi cocok secara prinsipil dengan nilai pluralisme dan keberagaman yang secara fundamental telah menjadi pegangan PSI. Baca Juga: Tak Terpengaruh Soal Banyak Pentolannya yang Cabut, Grace Natalie Sebut PSI Lagi Bersih-bersih

Memberikan tanggapan terkait statement yang dikeluarkan oleh Grace sebagai perwakilan dari PSI ini, Refly harun dalam sebuah video berjudul Live! Tsunami PSI? Giring Bantah Rian Ernest, Grace Bilang Akan Banyak Lagi Kader Hengkang!! yang diunggah di akun YouTube-nya pada 17 Desember lalu memberikan komentar bahwa perlu adanya pemahaman yang tepat pada makna pluralisme dan keberagaman yang disebutkan. 

"Kita lihat bahwa pluralisme keberagaman bukan berarti Islamphobia. Kadang-kadang kok kesannya Islampobhia. Jadi apa-apa yang berbau islam, tiba-tiba ditentang, padahal agama itu adalah bagian inheren dari Pancasila, Ketuhanan yang Maha Esa. Jadi kalau menurut saya, saya ingin mengajukan proposal, bahwa siapa pun tidak boleh alergi dengan orang yang memperjuangkan agamanya, dan tidak melabelinya dengan politik identitas," tutur Refly seperti dikutip dalam video pada Minggu (18/12/2022).

Menurut Relfy yang dibutuhkan adalah arena permainan yang demokratis konstitusional. Yang dapat dilakukan dengan menghargai hak asasi manusia sehingga dalam arena permainan itulah kita bisa memperjuangkan kepentingan kita masing-masing. Arena permainan itu Refly menyebutkan adalah negara Indonesia. Jadi Indonesia merupakan arena permainan siapa pun boleh memperjuangkan kepentingannya, sepanjang bahwa ada batasan yang harus dipatuhi dalam memperjuangkan hal tersebut.

Batasan tersebut yang pertama adalah bahwa nilai-nilai yang diperjuangkan adalah nilai-nilai yang bisa diterima oleh masyarakat (acceptable) yang terfilter dengan Pancasila. Maka jika sebuah nilai, misalnya nilai agama telah dimasukkan ke dalam instrumen negara atau telah diadopsi dalam prinsip atau nilai-nilai negara, maka nilai tersebut sudah menjadi nilai negara dan bukan lagi menjadi nilai golongan tertentu saja. Karenanya, nilai-nilai yang diperjuangkan itu sah secara konstitusional sepanjang diperjuangkan melalui jalur yang konstitusional pula.

"Nah ini yang kadang-kadang tidak dipahami orang yang teriak-teriak mengenai keberagaman, pluralisme, dan sebagainya. Seolah-olah orang yang memperjuangkan nilai agama itu orang yang tidak pluralis. Tidak begitu. Justru kita yang mencari saripati terbaik dari ajaran-ajaran di dunia ini. Entah itu liberalisme kah, kapitalisme kah, sosialisme kah, islamisme kah. Bahkan untuk some extend jangan-jangan kita juga menyerap sebagian dari Marxisme," ujar Relfy.

Ia menambahkan bahwa pluralisme itu bukan berarti meniadakan ajaran agama atau pun meniadakan value-value terbaik dari sebuah ajaran, tetapi justru pluralisme itu merupakan suatu keinginan untuk membuka diri untuk semua pemikiran. Tetapi jika dalam kasus seorang yang mengaku pluralis justru dia menutup diri kepada kelompok tertentu, Refly menyebut bahwa dia justru menerapkan nilai yang eksklusif juga, entah eksklusif yang bersifat mayoritas maupun eksklusif yang bersifat minoritas. Baca Juga: Giring Ganesha Tuding Michael Sianipar Telah Ciptakan Konflik Usai Keluar dari PSI

Dengan dasar pendangannya ini, Refly mengingatkan, "jadi ketika misalnya PSI bicara tentang keberagaman, bicara tentang pluralisme, kita lihat jangan-jangan dia justru eksklusif. Justru dia menegasikan kelompok terbesar dalam masyarakat Indonesia yang dalam hal ini adalah kelompok Islam. Hati-hati juga."

Dalam hal ini, menurutnya pemikiran PSI bisa jadi sangat eksklusif dalam konteks keberagaman dan pluralisme yang kemudian oleh kelompok lain bisa dianggap sebagai islamophobia. Ia menambahkan, "jadi menurut saya sudah tepat Pancasila itu ideologi terbuka, bukan ideologi sempit. Ideologi yang bisa menerima perbedaan. Bisa menerima aspirasi yang berbeda tetapi mewadahinya daam mekanisme negara, mekanisme konstitusional".

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: