Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Moncong Senjata Jadi Ancaman, Taliban Ngelarang Perempuan Afghanistan buat Kuliah

Moncong Senjata Jadi Ancaman, Taliban Ngelarang Perempuan Afghanistan buat Kuliah Anggota Taliban mencoba untuk menghentikan kemajuan para pengunjuk rasa yang berbaris melalui lingkungan Dasht-e-Barchi di Kabul pada hari Rabu. | Kredit Foto: Getty Images/LA Times/Marcus Yam

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan "waspada" tentang keputusan itu. Human Rights Watch menyebut langkah itu sebagai keputusan "memalukan", menambahkan bahwa "Taliban menegaskan setiap hari bahwa mereka tidak menghormati hak-hak dasar warga Afghanistan, terutama perempuan. 

Bahkan pemerintah negara tetangga Pakistan, yang memiliki hubungan dekat dengan Taliban, mengatakan kecewa mengetahui tentang penangguhan universitas dan pendidikan tinggi bagi mahasiswi di Afghanistan.

“Kami sangat mendesak pihak berwenang Afghanistan untuk meninjau kembali keputusan ini,” kata Kementerian Luar Negerinya dalam sebuah pernyataan.

Taliban melarang sebagian besar anak perempuan pergi ke sekolah ketika mereka merebut kekuasaan pada 2021 ketika pasukan Amerika Serkat mundur. 

Akhir tahun lalu, mereka memberhentikan ribuan perempuan Afghanistan dari pekerjaan pemerintah dan mencegah mereka bepergian sendirian kecuali ditemani kerabat laki-laki. Wanita juga kembali diharuskan mengenakan burqa dari ujung kepala hingga ujung kaki di depan umum. 

Langkah Taliban untuk membatasi perempuan dari bekerja dapat merugikan ekonomi Afghanistan hingga 1 miliar dolar per tahun, atau 5 persen dari produk domestik bruto, menurut Program Pembangunan PBB. 

Selain itu, merampas 3 juta gadis remaja dari pendidikan menengah akan menelan biaya setidaknya 500 juta dolar per tahun di Afghanistan, menurut UNICEF.

Perempuan juga dilarang melakukan praktik hukum atau melayani sebagai hakim, jaksa, atau pengacara pembela. Dari hampir 300 hakim perempuan di Afghanistan sebelum pengambilalihan, 244 telah dievakuasi dari negara tersebut.

Sudah hancur oleh puluhan tahun perang dan kekacauan politik, prospek Afghanistan hanya menurun sejak pengambilalihan Taliban.

Sebuah laporan Bank Dunia yang dikeluarkan bulan lalu menggambarkan “gambaran suram kondisi kehidupan di Afghanistan” karena kekurangan yang meluas berlanjut dan kerawanan pangan tetap tinggi, berdampak negatif terhadap ekonomi dan kesejahteraan rakyat Afghanistan, terutama perempuan dan anak perempuan.

Dua pertiga penduduk negara itu berjuang untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok dan non-pangan, menurut laporan itu, situasi yang diperburuk oleh kekeringan dan kenaikan harga pangan global di tengah perang Rusia di Ukraina.

Selain itu, 65 persen dari mereka yang disurvei mengatakan kondisi ekonomi mereka akan memburuk di tahun mendatang.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: