Diduga Kembali Sindir Anies Baswedan, Ruhut PDIP: Nenek Enggak Benar Peserta Kongres Perempuan Indonesia 1928
Politisi PDIP Ruhut Sitompul dinilai kembali menyindir Anies Baswedan. Kali ini, unggahan Ruhut menyindir seorang nenek yang jadi peserta Kongres Perempuan Indonesia.
"Nenek enggak benar peserta Kongres Perempuan Indonesia 1928, peserta yang lain juga nenek-nenek gitu saja kok repot ya, hormati MERDEKA," ucap Ruhut dalam unggahannya, Senin (26/12/2022).
Baca Juga: Kubu Anies Baswedan Dinilai Tidak Konsisten Soal Narasi Anti Oligarki
Unggahan Ruhut ini seolah menyindir Anies yang beberapa waktu lalu mengunggah sosok sang nenek yang ikut dalam Konferensi Perempuan Indonesia pertama di momen Hari Ibu.
"Setiap Hari Ibu diperingati, maka selalu juga teringat pada Nenek. Barkah namanya. Lahir dan besar di Tegal, Jawa Tengah, seorang pegiat pergerakan perempuan sejak pra-kemerdekaan. Beliau adalah salah satu peserta Kongres Perempuan di Jogja," tulis Anies.
Anies menceritakan, menjelang Kongres, sang nenek berangkat sebagai utusan dari Tegal, bersama para pegiat perempuan lainnya. Mereka sudah siap dengan tiket kereta ke Jogja. Saat tiba di Stasiun Tegal, mereka dihalau dan dilarang naik kereta. Petugas-petugas Belanda saat itu mencegah para perempuan utusan untuk bisa berangkat ke Kongres Perempuan.
Perempuan-perempuan itu tidak menyerah dan tidak pulang ke rumah. Mereka melawan, mereka menantang. Setelah berdebat dan tak juga tembus, para perempuan itu kemudian menuju ke depan lokomotif kereta yang sudah siap jalan.
Mereka semua berbaring di atas rel kereta, berjejer para perempuan itu memaparkan badan. Di bawah terik matahari, depan moncong lokomotif mereka pasang badan, mereka tawarkan nyawa. "Berangkatkan kami atau matikan kami. Itulah harga mati yang senyatanya," tulis Anies meniru cerita neneknya.
Seketika saat itu kata dia, stasiun gempar, Belanda gentar. Akhirnya mereka diizinkan naik kereta. Berangkatlah mereka ke Jogja, berkongres dan ikut membangun fondasi perjuangan perempuan dan perjuangan kemerdekaan.
"Semua itu dituturkan Nenek saat itu dengan penuh semangat. Tiap Hari Ibu diperingati, Beliau selalu teringat masa-masa perjuangan itu," tuturnya.
Dia menyebut, nenek dikaruniai umur panjang. Meski di masa tuanya harus duduk di kursi roda, neneknya tetap baca koran tiap hari, mengikuti perkembangan dan tetap ajak diskusi siapapun yang berkunjung hingga menjelang wafat di usia 93 tahun.
Selain itu, kata dia, meski badannya memang telah menua, pikiran dan semangatnya selalu muda.
"Saya bersyukur menjadi cucu yang tinggal serumah sejak bayi. Sehari-hari kami bersama di Jogja, hingga saya harus berangkat melanjutkan kuliah ke Amerika. Sejak masa kecil, nenek sering ajak ikut hadir berbagai pertemuan organisasi perempuan. Selama bersama di Jogja itu pula, berderet kisah perjuangan dan hikmah hidup yang diceritakannya, termasuk kisahnya tentang keberangkatan ke Kongres Perempuan itu," tutur Anies.
"22 Desember, Hari Ibu di Indonesia, bukan hanya untuk mengingat 'ibu' yang melahirkan dan membesarkan kita, tapi juga mengingat pergerakan kaum perempuan menuju kemerdekaan dan kemajuan bangsa," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: