Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Subsidi Kendaraan Listrik Dinilai Jadi Upaya Pemerintah Menekan Impor BBM

Subsidi Kendaraan Listrik Dinilai Jadi Upaya Pemerintah Menekan Impor BBM Kredit Foto: Unsplash/Waldemar Brandt
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Utama Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai bahwa keputusan pemerintah untuk mempercepat kebijakan pemberian subsidi maupun konversi kendaraan listrik atau elektrik vehicle (EV) dilatarbelakangi oleh makin meningkatnya impor bahan bakar minyak (BBM) Indonesia. 

Menurutnya, peningkatan impor BBM yang semakin besar setiap tahunnya, permintaan yang ikut naik, dan pelemahan maupun penurunan produksi minyak mentah nasional menjadi salah satu faktor percepatan subsidi ataupun konversi tersebut. 

Baca Juga: Program Insentif Kendaraan Listrik Dinilai Jadi Upaya Pemerintah Membangun Demand di Indonesia

Pasalnya, produksi minyak mentah yang sekarang sudah mencapai dibawah 700 walaupun ada target katakanlah 1 juta sepertinya akan sulit untuk mencapai target produksi 1 juta barel.

"Sehingga pemerintah juga melihat adanya beban terutama tahun ini di mana harga minyak naik tinggi dan sebagai konsekuensinya selain kita mengeluarkan devisa yang cukup besar untuk membayar impor BBM dan disisi lain juga kita mengeluarkan subsidi yang sangat besar karena dengan kenaikan harga BBM pemerintah tidak mau menaikan harga BBM di dalam negeri," ujar Fabby dikutip dari akun YouTube IESR, Kamis (29/12/2022). 

Selain itu, besarnya subsidi non kompensasi kepada Pertamina dan PLN baik untuk listrik kemudian BBM dan lpg mencapai Rp 680 triliun dan tahun depan diperkirakan Rp350 triliun. 

Jika dilihat angka tersebut maka seharusnya, melakukan perpindahan atau mengurangi konsumsi BBM dalam negeri itu harusnya menjadi prioritas dan salah satu caranya adalah dengan mengakselerasi perpindahan kendaraan konvensional ke kendaraan listrik, karena kendaraan listrik tidak perlu BBM. 

"Jadi inilah kenapa dipercepat, yang sebelumnya tidak dibahas di mana wacana ini baru muncul ketika apbn 2023 sudah diketok bulan Oktober lalu, kok baru muncul sekarang kenapa engga dari kemarin-kemarin," ujarnya. 

Fabby mengklaim bahwa pihaknya sudah mengusulkan pemberian dukungan insentif untuk konversi yang disampaikan beberapa bulan lalu dari bulan April atau Mei.

"Tapi ini tiba-tiba muncul dan kalau yang saya lihat memang ada kekhawatiran itu bahwa tahun depan pun Rp350 triliun, 2024 bisa jadi lebih besar karena kita tidak tahu harga minyak akan seperti apa dan sepertinya krisis global bukan perang rusia ukraine akan sulit dipastikan tahun depan bisa berakhir dan ini membuat harga energi dunia melonjak tidak karuan," tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: