Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jika Coba-coba Resuffle Menteri dari Nasdem, Presiden Jokowi Disebut Bakal Kena ‘Getahnya’

Jika Coba-coba Resuffle Menteri dari Nasdem, Presiden Jokowi Disebut Bakal Kena ‘Getahnya’ Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai perlu berhitung lebih cermat soal dampak kocok ulang (reshuffle) kabinet jika dilakukan dengan pertimbangan politik. Pasalnya, langkah itu justru bisa memberikan sentimen positif bagi ”lawan”.

Hal tersebut disampaikan pengamat politik yang juga pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI Hendri Satrio dalam diskusi virtual kemarin (28/12).

Pria yang akrab disapa Hensat itu menjelaskan, secara teori, apa pun alasannya, reshuffle adalah hak presiden. Namun, dia menilai perlu juga dilihat apa dampak jika dilakukan reshuffle di tahun menuju pemilu saat ini.

Baca Juga: Reaksi Jokowi Saat Timnas Ditahan Imbang Thailand: 'Bagus, Bagus, Bagus'

Nah, jika reshuffle dilakukan dengan dalih kecewa pada Partai Nasdem, Hensat menilai itu berpeluang blunder. Sebaliknya, bagi Nasdem hal tersebut bisa menjadi sentimen positif terhadap elektoralnya. 

”Itu presiden kasih panggung Nasdem. Bisa nembus tiga besar,” ujarnya.

Hensat mengingatkan, sejarah politik Indonesia menunjukkan, sisi emosional sangat berpengaruh. Terutama penentuan sikap politik masyarakat. ”Karena (bisa) dianggap partai yang dizalimi,” imbuhnya.

Apalagi, lanjut Hensat, secara logika, ”kemarahan” pada sikap Nasdem kurang tepat. Sebab, komitmen untuk berkoalisi pasca-Pemilu 2019 dengan keputusan Nasdem mengusung Anies Baswedan untuk Pemilu 2024 merupakan momentum berbeda.

Baca Juga: Dipecat Gegara Kasus Brigadir J, Ferdy Sambo Ternyata Gak Terima, Diam-diam Rupanya Menuntut Jokowi!

Menurut Hensat, tidak ada kewajiban bagi partai dalam sebuah koalisi untuk selalu bersama dari pemilu ke pemilu. 

”Kalau presiden tersinggung dengan Nasdem dan diganti, itu mencoreng level kenegarawanan,” ulas dia.

Kalaupun dilakukan, pemilihan menteri baru tidak juga mudah dan bisa saja menciptakan friksi. 

Jika nama yang digadang-gadang seperti F.X. Hadi Rudyatmo dimasukkan, misalnya, bisa muncul persoalan dengan PDIP. Sebab, Rudy (sapaan F.X. Hadi Rudyatmo) dikenal sebagai pendukung Ganjar Pranowo.

”Masak iya tinggal setahun mau menimbulkan friksi?” tuturnya. Menurut Hensat, di sisa dua tahun sebaiknya presiden mulai fokus untuk bagaimana mengakhiri pemerintahan dengan soft landing. Sehingga bisa meninggalkan kursi dengan kesan baik.

Jika ingin reshuffle, keputusannya harus berbasis kinerja. ”Kalau misalnya ternyata presiden (melakukan, Red) reshuffle buat para menteri (yang) sibuk nyapres, itu keren. Masyarakat tepuk tangan,” jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sabrina Mulia Rhamadanty

Bagikan Artikel: