Cari-cari Masalah dengan China, Mantan Ketua NATO Malah Kunjungi Taiwan
Mantan sekretaris jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen tiba di Taiwan pada Selasa (3/1/2023). Dia akan bertemu dengan presiden pulau itu, Tsai Ing-wen.
Rasmussen, mantan perdana menteri Denmark yang memimpin NATO antara 2009 dan 2014, pada saat kedatangan disambut oleh Vincent Yao, pejabat tinggi Taipei yang bertanggung jawab untuk urusan Eropa.
Baca Juga: Rusia Mungkin Pukul Mundur Ukraina, NATO: Tahun Baru, Perang Baru
Dia juga dijadwalkan bertemu dengan Wakil Presiden Lai Ching-te dan Menteri Luar Negeri Joseph Wu, menurut Kementerian Luar Negeri pulau itu.
Rasmussen mendirikan wadah pemikir Aliansi Demokrasi (AoD) pada tahun 2017. “Kunjungan tersebut akan berfokus pada dukungan dari dunia demokrasi untuk Taiwan dan hubungan UE-Taiwan yang lebih dekat,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan di situs webnya.
Beijing menganggap Taiwan, yang memiliki pemerintahan terpisah sejak akhir 1940-an, sebagai bagian dari wilayahnya dan sangat menentang segala bentuk pengakuan diplomatik terhadap Taipei.
Pada bulan Agustus, China memprotes kunjungan pemimpin DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan dan menanggapinya dengan meluncurkan latihan militer gabungan di sekitar pulau tersebut. AS dan pemerintah Taiwan, pada gilirannya, menuduh Beijing melakukan perilaku pemaksaan.
Jumat lalu, AS dan China saling menuduh melakukan manuver sembrono di Laut China Selatan. Komando Indo-Pasifik AS melaporkan bahwa jet tempur J-11 China terbang sangat dekat dengan pesawat pengintai RC-135 miliknya. Beijing, sementara itu, mengklaim bahwa pesawat AS bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Denmark mengikuti 'kebijakan Satu-China', menahan diri untuk tidak secara resmi mengakui Taiwan sebagai negara merdeka. Menteri Luar Negeri Lars Lokke Rasmussen mengatakan pada 30 Desember bahwa pemerintah tidak ikut campur dalam rencana perjalanan mantan politisi.
“Kunjungan semacam itu tidak mengubah fakta bahwa pemerintahlah yang memimpin kebijakan luar negeri negara itu,” kata menteri.
“Denmark memiliki hubungan dagang yang baik dengan Taiwan, tetapi, pada saat yang sama, kebijakan Satu-China kami tegas,” lanjutnya.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Newsweek pada bulan Oktober, mantan kepala NATO menyatakan bahwa “serangan Rusia terhadap Ukraina telah menunda waktu kemungkinan serangan China ke Taiwan.”
China telah berulang kali menyatakan bahwa mereka lebih memilih “penyatuan kembali secara damai” dengan Taiwan, tetapi telah memperingatkan bahwa mereka masih memiliki “pilihan lain.”
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Advertisement