Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Praktisi Hukum sebut Dalam Fakta Persidangan Dugaan Korupsi PE Migor Tak Terbukti

Praktisi Hukum sebut Dalam Fakta Persidangan Dugaan Korupsi PE Migor Tak Terbukti Pekerja menuangkan minyak goreng ke wadah milik warga saat giat pasar murah di Pasar Flamboyan, Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (10/3/2022). Dalam kegiatan pasar murah yang digelar Pemerintah Kota Pontianak bersama Bank Indonesia dan Wilmar tersebut untuk mengantisipasi kelangkaan minyak goreng dan setiap warga hanya dapat membeli minyak goreng sebanyak lima liter dengan harga eceran tertinggi Rp11.500 per liter. | Kredit Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Warta Ekonomi, Jakarta -

Praktisi hukum Dr Hotman Sitorus, SH, MH menyatakan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mencerminkan dugaan korupsi persetujuan ekspor (PE) bahan baku minyak goreng (CPO) tak terbukti. Pasalnya, tak ada kerugian negara dalam kasus ini.

“Dari awal saya berpendapat tidak ada korupsi. Dan putusan ini mencerminkan hal itu. Meskipun dinyatakan terbukti bersalah. Namun dari hukumannya yang minimal dapat dimaknai hakim tidak punya cukup keberanian untuk menyatakan tidak terbukti,” kata Hotman dalam siaran tertulisnya pada Rabu, 4/1/23.

Menurut Hotman, korupsi memiliki tiga unsur, yakni; pebuatan melawan hukum, adanya kerugian keuangan negara atau kerugian perekonomian negara, dan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Tanpa ada pebuatan melawan hukum, tanpa ada kerugian keuangan negara, dan tanpa ada memperkaya diri sendiri atau orang lain juga tidak ada korupsi,” jelasnya.

“Dalam kasus ini jelas unsur korupsi adalah ada perbuatan melawan hukum tidak dapat dibuktikan. Kemudian unsur merugikan keuangan negara tidak terpenuhi, tidak ada kerugian keuangan negara, justru swasta yang rugi alias tekor. Apalagi merugikan perekonomian negara, BLT itu program pemerintah. Masak program pemerintah kok dianggap korupsi,” tegas Hotman.

Hotman sepakat dengan Majelis hakim yang mementahkan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut telah terjadi kerugian perekonomian negara dalam kasus ekspor CPO senilai Rp 10,9 triliun.

“Hakim menilai kerugian perekonomian negara dalam kasus ekspor CPO senilai Rp 10,9 triliun tersebut tak terbukti,” kata Hotman.

Dalam putusannya, hakim menjatuhkan hukuman satu tahun penjara untuk Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma. Selain hukuman penjara, hakim juga memvonis Stanley membayar denda sebesar Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.

Vonis yang sama dengan Stanley juga dijatuhkan hakim pada General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, dan Mantan Anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.

Ketiganya dinyatakan bersalah melanggar pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana yang berbunyi,“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Dalam menyusun putusan tersebut, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan.

Yang memberatkan di antaranya, majelis hakim menilai perbuatan ketiga terdakwa tidak mendukung program pemerintah terkait dengan pemberantasan korupsi.

Sementara hal yang meringankan adalah ketiganya belum pernah dihukum, melakukan perbuatannya untuk membantu pemerintah mengatasi kelangkaan minyak goreng, tidak menerima honor, dan bersikap sopan dalam persidangan.

Berbeda dengan Stanley, Pierre dan Lin, hakim menetapkan hukuman berbeda untuk Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.

Parulian  divonis pidana penjara selama satu tahun enam bulan atau 1,5 tahun dalam perkara korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Master Parulian Tumanggor dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan, ditambah pidana denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Liliek Prisbawono Adi.

Putusan untuk Parulian lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 12 tahun penjara dan uang pengganti Rp 10,98 triliun. Dia juga dituntut tambahan hukuman pidana denda sebanyak Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Dalam kasus kuota ekspor minyak goreng ini, majelis hakim menjatuhkan vonis lebih besar pada Mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana. Indra divonis tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider kurungan dua bulan.

Mejelis hakim menilai Indra Sari terbukti bersalah berdasarkan dakwaan subsider dari jaksa penuntut umum, yakni dari Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sebelumnya pada Kamis (22/12/2022), jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung menuntut Indra Sari dengan hukuman 7 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa mendakwa Indra Sari berdasarkan dakwaan primer dari Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dalam putusannya, majelis hakim menilai Indra Sari terbukti tidak bersalah atas dakwaan primer  sehingga ia hanya dijatuhi vonis tiga tahun penjara. 

Atas putusan tersebut, Indra Sari dan tim kuasa hukum serta jaksa penuntut umum menyatakan akan berpikir-pikir selama tujuh hari dalam mengajukan banding.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: