Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Smelter Masih Minim, Pemerintah Harus Cari Jalan Keluar Jika Ingin Larang Ekspor Tembaga

Smelter Masih Minim, Pemerintah Harus Cari Jalan Keluar Jika Ingin Larang Ekspor Tembaga PT Intraco Penta Tbk (INTA) menandatangani naskah kesepakatan restrukturisasi penyelesaian pinjaman/fasilitas kredit Perseroan dan anak perusahaan Perseroan terhadap Bank Mandiri, di Jakarta, Kamis (3/11/2022). | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli meminta pemerintah untuk mencari jalan keluar jika ingin memberlakukan pelarangan ekspor konsentrat tembaga. 

Pasalnya, pada saat ini Rizal menilai bahwa smelter untuk dapat mengolah konsentrat tembaga masih sangatlah minim.

"Kita baru ada satu dan kapasitasnya 1 juta ton per tahun, dimana produksi kita dari dua perusahaan besar yaitu PT Freeport Indonesia dan Aman Mineral itu kira-kira 4 juta ton per tahun, berarti masih ada 3 juta ton yang bisa di olah dalam negeri karena smelter mereka baru selesai 2024," ujar Rizal saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (13/1/2023).

Baca Juga: Pemerintah Kekeuh Terapkan Larangan Ekspor Tembaga

Rizal mengatakan jika hal tersebut terjadi, maka dapat membuat perusahaan yang menghasilkan konsentrat akan berhenti produksi akibat minimnya tempat penyimpanan dan belum tersedianya smelter. 

"Sehingga kalau ada pelarangan ekspor berarti ada 3 juta ton yang tidak bisa diapa-apakan dan kapasitas gudang mereka terbatas, begitupun mereka akan setop produksi karena enggak kuat menampung," ujarnya.

Dengan begitu, ia menilai bahwa pemerintah harus mencari jalan keluar. Salah satunya adalah dengan melakukan percepatan penyelesaian konstruksi daripada smelter yang sudah direncanakan. 

"Harus cari jalan keluarnya yang pertama adalah percepatan penyelesaian konstruksi smelter yang sudah direncanakan, apa permasalahannya itu harus dibantu supaya lebih cepat penyelesainya," ungkapnya. 

Kemudian, dengan mencari celah hukum agar perusahaan terkait masih dapat melakukan ekspor sisa daripada produksi yang tidak mampu diserap oleh smelter di dalam negeri.

"Misalnya di 2024 itu harus dipikirkan celah hukum yang bisa dimanfaatkan apa, dulu pernah UU Nomor 4 Tahun 2009 kan ada pelarangan ekspor juga, tapi dilakukan relaksasi di ekspor nikel, celah hukumnya, kalau tidak mereka akan berhenti produksi kalau gudangnya tidak muat," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Advertisement

Bagikan Artikel: