Ungkap Sandiwara Elit Parpol Koalisi Perubahan, Kornas Beber Peran SBY, JK, hingga Surya Paloh
- Kornas melihat bahwa Partai Nasdem sejak awal ingin mengambil peran sebagai leader sehingga mendahului mendeklarasikan Anies Baswedan pada 3 Oktober 2022 sebagai Capres 2024. Selain itu, Nasdem juga ingin mendapatkan efek elektoral dari basis pendukung Anies Baswedan yang diyakini akan bergeser memilih Nasdem. Pilihan tersebut berseberangan dengan Capres yang akan diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) karena Nasdem ingin memperoleh kemeangan di Pemilu 2024. Dalam hal ini Nadem berpendapat jika tetap mengusung dan mendukung Capres kader PDIP, maka Nasdem tidak akan mendapat efek elektoral yang signifikan seperti Pemilu 2019, terutama setelah kabinet Indonesia Maju, Nasdem tidak lagi memiliki kursi untuk menduduki posisi pimpinan korps adhyaksa.
- Kornas melihat bahwa Partai Nasdem menyadari bahwa Anies Baswedan bukanlah kadernya, maka Nasdem harus menghindari Cawapres Anies dari kader Partai Demokrat maupun PKS, karena jika Cawapres Anies berasal dari kedua partai tersebut, maka merekalah yang akan mendapat efek elektoral dari Pilpres 2024. Oleh karena itu Nasdem senantiasa menawarkan nama-nama baru selain AHY dan Ahmad Heryawan agar Nasdem tetap menjadi leader dan mendapat efek elektoral yang signifikan di Pemilu 2024.
- Kornas menilai bahwa ide dan gagasan mengusung Anies Baswedan hanya ekspresi emosional Partai Nasdem karena dominasi PDIP di parpol koalisi pemerintahan Jokowi. Dalam hal ini, Nasdem ingin membuktikan bahwa mendeklarasikan Anies disambut baik oleh Partai Demokrat dan PKS yang merupakan parpol di luar pemerintahan Jokowi. Sampai saat ini, selain fokus membahas Cawapres, tidak pernah ada hal lain yang dibahas dan dipublikasikan oleh ketiga parpol tersebut.
- Kornas menilai koalisi antara Nasdem, Demokrat, dan PKS tidak memiliki visi, misi, dan program yang jelas sebagai perekat koalisi. Ketiganya hanya sibut membahas figur Cawapres yang akan mendampingi Anies sehingga koalisi sangat rapuh. Aksi saling sindir dan muda "baper" dari ketiga elit parpol merupakan bukti bahwa "koalisi perubahan" itu kosong dari pertukaran ide, gagasan, serta jauh dari semangat "perubahan". Ketiganya hanya menunjukkan sifat kekanak-kanakan untuk mencari perhatian publik untuk dijadikan bahan pembicaraan publik.
- Tokoh-tokoh politik orde baru seperti Surya Paloh, Muhammad Jusuf Kalla (MJK), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diyakini sebagai aktor intelektual koalisi Parpol ini. Maka kegaduhan yang dipublikasikan tersebut bagian dari siasat menarik perhatian publik. Kornas melihat bahwa Surya Paloh pasti paham mengatur isu yang harus dimainkan untuk menarik perhatian media, sehingga menjadi bahan berita, sementara SBY paham stratagi playing victim dan berpengalaman yang berhasil mengantarkannya menjadi presiden dua periode. Di sisi lain, MJK memiliki kemampuan untuk melakukan penetrasi ke berbagai lapisan masyarakat dan lintas wilayah.
"Pemilu 2024 hendaklah menjadi pesta demokrasi seperti sering diperbincangkan, maka sebagai pesta, Pemilu sejatinya menghadirkan sukacita, kegembiraan. Semua pihak yang terlibat dalam pesta demokrasi sejatinya mengindari praktik-praktik kotor yang dapat mengganggu sukacita dan kegembiraan seluruh rakyat. Jika ada pihak-pihak yang secara sadar dan sengaja melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi sukacita dan kegembiraan pesta demokrasi, maka seluruh rakyat akan bersatu melawannya," ujar Sutrisno Pangaribuan selaku Presidium Kornas seperti dikutip dalam media rilis pada Senin (23/1/2023).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement