Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Layanan Next Big Thing Harus Terus Disempurnakan di Indonesia

Layanan Next Big Thing Harus Terus Disempurnakan di Indonesia Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Bandung -

Sejumlah next big thing services di Indonesia saat ini adalah bagian tuntutan zaman yang harus digarap, namun harus terus dioptimalkan ke depannya.

Layanan bisnis yang telah eksis dan hendak menjemput masa depan itu, antara lain diberikan PT Telkom. Metaverse melalui Metanesia, Internet of Thing (Antares Telkom dan Logee), Big Data (BigBox), Machine Learning (Netmonk), dan banyak lagi.  

Baca Juga: Percepat Digitalisasi UMKM, BukuWarung Gelar Roadshow ke Seluruh Indonesia

Senior Consultant di Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, Dicky Wizanajani mengatakan, Indonesia tak bisa terus menjadi sasaran empuk pasar layanan teknologi dan digital, sehingga perlu merintis layanan sendiri agar tak jadi tamu di negeri sendiri.

“Dalam dunia IT, akan selalu ada hal-hal baru yang perlu dipertimbangkan untuk dicoba, kalau lagi hit maka bisa untung besar. Namun sebaliknya bila takut gagal tidak mencoba menjajaki inovasi-inovasi tersebut, kita akan terus jadi tamu di negeri sendiri,” katanya dalam keterangan pers, Selasa (31/1/2022).

Sebagai agen pembangunan, BUMN seperti Telkom memiliki keniscayaan menggarap next big thing tadi. Akan tetapi, sebagai entitas bisnis, tentu tak sekedar mengikuti tren namun harus diolah sebaik mungkin agar jadi pilihan utama konsumen yang nantinya memberikan profit.  

“Ini adalah inovasi-inovasi terbaru yang harus disambut walau untuk generasi Z sekalipun, banyak yang belum terbayang model bisnisnya. Menjadi ujung tombak transformasi digital Indonesia harus dilakukan agar Indonesia tidak ketinggalan gerbong,” ungkapnya.

Metanesia sendiri akan membahas potensi bisnis tersebut pada Selasa (31/3) malam dengan menghadirkan pembicara seperti Andrew Tarigan (Senior Product Manager Metanesia) dan Payoma Kusuma (Product Manager Metanesia) di Town Hall Metanesia di Main Hall NFT Galeri Metanesia.

Adapun, Vice President Startup Bandung Nur Islami Javad mengatakan, sejauh ini dirinya menilai Metanesia Telkom sudah memimpin pasar dari sisi produk. Akan tetapi, secara bisnis hal ini belum cukup karena belum terlibat di banyak proyek global Metaverse.  

Baca Juga: Isu Reshuffle Nyerang Menterinya NasDem Lagi, Jokowi Disinyalir Akan Gandeng Elite Megawati: Dia Loyal...

“Entah siapa yang akan jadi semacam Gojek-nya dalam Metaverse di Indonesia, tapi saya kira Metanesia harus terlibat dengan proyek-proyek bisnis Metaverse global agar cashflow nutup. Kalau hanya fokus di produk akan sulit, sehingga nantinya layanan tidak bisa jadi mass services,” ungkapnya

Dia mencontohkan salah satu startup kecil di Bandung yang juga menggarap Metaverse, bisa bertahan sampai sekarang bukan dari penggunan ritel dalam negeri. Tapi karena terlibat Metacost Collabs secara global, sehingga arus kas perusahaan lancar.

“Kemudian ada juga komunitas Gajah Crypto sendiri, ini juga kemarin terlibat kolaborasi project global di Bali September lalu yang dihadiri 1.400 audience dari 52 negara. Ini akan membuat inovasi jalan tapi disertai nafasnya yang lebih panjang,” jelasnya

Baca Juga: Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) Pimpin Pendanaan Pre-Series B di Platform Agritech EdenFarm

Jeff, sapaannya, mengatakan, momentum menjadi hal penting dalam next big things. Dia kembali mencontohkan Gadjah Society NFT yang di akhir 2021 nekat membuat NFT sekalipun minim kompetensi. Namun karena momen pas, akhirnya menjadi Top 2 Global Chain dengan 50.000+ society member global.

Bahkan, kini sudah punya guest house di Way Kambas, Lampung sebagai bagian penyisihan keuntungan crypto. Akan tetapi, ketika idealisme seni mulai digarap Gadjah Society awal tahun 2023, ternyata tidak mudah menarik atensi karena telat masuk.

“Kuncinya buat next big thing Telkom itu adalah bagaimana menciptakan sebanyak mungkin pengguna, aktivitas, dan interaksi di dalamnya,” katanya.

Menurutnya, layanan pendidikan virtual yang pas di tengah kembali normalnya dunia pendidikan, bisa menjadi celah. Metanesia menghadirkan kelas spesifik tanpa ruangan kelas yang bisa menghadirkan komunitas global. Bisa pula dirancang metode layanan Metanesia yang lebih menonjolkan gamifikasi dan pengembangan komunitas virtual seluruh dunia.

Sementara itu, Associate Profesor Hukum Teknologi Informasi Unpad Danrivanto Budhijanto mengungkapkan, layanan teknologi blockchain (Metaverse, NFT, Smart Contract), Big Data, Internet of Things, Artificial Intelligence (AI), Learning Machine, dan robotik adalah bagian revolusi industri 4.0.

Baca Juga: Macam Hendak Kirimkan Pesan, Daerah Tujuan Safari Anies Baswedan Disorot Tajam: Dia Ingin Rebut Basis Suara Prabowo

“Dari sisi hukum teknologi informasi, maka revolusi industri 4.0 itu menjadikan perlunya lembaga hukum baru yaitu Lex Crypto, yakni aturan dikelola melalui kontrak pintar yang bisa dijalankan sendiri oleh organisasi yang otonom. Sebab, ini konsekuensi disiplin ilmu cyberlaw yang mengumpulkam, meretensi, memroses, mentransmisi, dan menggunakan data pribadi yang aman dan sah secara hukum," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: