Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jangan Terkecoh Label 'Bebas BPA' karena Belum Tentu Aman

Jangan Terkecoh Label 'Bebas BPA' karena Belum Tentu Aman Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Belakangan ini gencar diberitakan bahaya BPA atau Bisphenol A pada kemasan. Muncul juga istilah BPA Free atau Bebas BPA dalam iklan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang mengesankan bahwa BPA Free lebih sehat dan aman.

Selain bahwa BPA pada kemasan AMDK dijamin aman karena telah memiliki izin edar dan telah memenuhi ketentuan standar produksi yang dikeluarkan pemerintah beberapa pakar mengingatkan masyarakat agar jangan terkecoh dengan istilah BPA Free berarti sudah terhindar dari reaksi zat kimia pada kemasan yang lebih berbahaya dari BPA.

Baca Juga: Ada Gaduh Perang Galon di Balik Isu BPA

Kandungan Etilen Glikol pada kemasan berbahan polyethylene terephthalate PET yang sering digunakan untuk kemasan AMDK sekali pakai jauh lebih berbahaya bila dijemur di sinar matahari karena dapat mengeluarkan zat antimoni trioksida yang bersifat karsinogenik dan diduga menjadi pemicu pertumbuhan sel kanker dan penyakit tidak menular lainnya. Kemasan sekali pakai yang digunakan berulang juga mudah tercemar bakteri. 

Hasil penelitian yang dilakukan Universitas Texas menemukan bahwa sebenarnya plastik yang tergolong BPA Free juga mengandung komponen berbahaya. Dari 500 lebih produk rumah tangga yang digolongkan Bebas BPA yang diteliti, ternyata 92 persen produk itu mengandung zat berbahaya yang bisa larut ketika produk plastik itu dicuci, dipanaskan dan terpapar matahari. 

Bukan hanya itu, para peneliti juga menemukan bahwa produk bebas BPA itu ternyata juga mengandung bahan kimia yang meniru hormon estrogen dalam kadar cukup tinggi. Bahan kimia berbahaya itu paling tinggi ditemukan dalam produk botol bayi yang mengandung Polyethersulfone (PES) atau polyethylene terephthalate glycol (PETG) yang kandungan BPA-nya sudah diganti. 

Dr Kenneth Spaeth, Kepala Bagian Kesehatan Okupasional dan Lingkungan di Northwell Health, New York, mengatakan dari sudut pandang konsumen, label bebas BPA tidak bisa diartikan lebih aman atau sehat. Sulitnya, konsumen tidak bisa tahu apakah produk yang dimilikinya mengandung kimia apa saja.

"Saya rasa konsumen tidak memiliki pilihan tentang bagaimana membuat pilihan yang informatif," katanya. 

Dosen dan peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Nugraha Edhi Suyatma juga mengatakan hal senada. Menurutnya, kemasan yang tidak mengandung BPA itu belum tentu aman-aman saja.

Isu BPA bisa memberikan kesalahan persepsi di konsumen bahwa kemasan galon guna ulang itu berbahaya, sementara kemasan plastik lainnya terkesan aman. Dia mencontohkan kemasan berbahan PET seperti yang digunakan galon sekali pakai yang mengklaim bebas dari BPA. 

"Kemasan ini juga ada risikonya bagi kesehatan. Di dalam kemasan PET itu ada kandungan antimon, asetaldehid, etilen glikol, dan lain-lain yang juga berbahaya," katanya.

Namun, kata Nugraha, resiko dari galon sekali pakai yang bebas BPA ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat. Tapi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan sudah mengatur batas migrasi dari zat-zat kimia yang ada dalam kemasan galon sekali pakai itu seperti migrasi asetaldehida, antimon, etilen glikol.

"Ini menunjukkan bahwa zat-zat kimia yang ada dalam galon sekali pakai itu juga bisa berbahaya bagi kesehatan jika melewati batas aman yang ditetapkan BPOM,” katanya.

Meski tidak ada kandungan BPA, kemasan sekali pakai juga berisiko terkontaminasi bakteri saat digunakan kembali. Makin sering digunakan, bakteri makin berkembang biak.

Pasalnya, lapisan botol plastik PET makin menipis sehingga memudahkan bakteri masuk ke dalam kemasan. Jika dibiarkan, bakteri bisa menyebabkan gejala keracunan makanan, seperti mual, muntah, bahkan diare. Selain itu, penyimpanan kemasan plastik ini juga perlu diperhatikan. 

Melansir WebMD, jika berada di tempat dengan suhu sangat tinggi, senyawa antimon trioksida dan ftalat dapat larut. Senyawa antimon merupakan zat karsinogenik atau yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Paparan yang berlebihan juga bisa memicu masalah pada kulit, menstruasi, dan kehamilan pada wanita.

Sementara itu, ftalat dari plastik PET dapat mengganggu sistem endokrin, kelenjar yang menghasilkan hormon. Oleh karena itu kemasan plastik PET jangan diletakan ditempat yang terpapar sinar matahari langsung dan tidak boleh digunakan berulang kali.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: