Indonesia Darurat Kasus Aborasi, Kementerian PPPA: Praktik Ilegal, Bisa Mengancam Nyawa!
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memberikan perhatian serius atas maraknya kasus aborsi yang akhir-akhir ini banyak terjadi di kalangan masyarakat. Seperti, kasus perempuan asal Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan yang meninggal akibat pendarahan setelah proses aborsi ilegal yang dilakukan dengan usia kandungan delapan bulan, di sebuah kamar hotel.
Kepolisian telah mengamankan dan menahan dua orang tersangka dalam kasus ini. “Kami turut prihatin atas meninggalnya perempuan asal Kabupaten Banyuasin akibat pendarahan yang dikarenakan proses aborsi ilegal ketika kandungannya berusia delapan bulan di sebuah kamar hotel. Praktik aborsi ilegal ini tidak hanya mengancam nyawa dari ibu, tetapi juga janin yang berada di dalam kandungannya,” ujar Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam keterangannya, Minggu (5/2/2023).
Baca Juga: Ternyata Bukan Hanya Soal Gizi, Menteri PPPA Ungkap Risiko Terbesar Anak Alami Stunting
Ratna menegaskan melarang perbuatan aborsi sendiri sesungguhnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 75 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi. Aturan ini menggambarkan bahwa sejatinya negara hadir melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat, untuk melindungi dan menjamin agar setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia.
Dalam ayat (2) UU Kesehatan lebih lanjut menjelaskan tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan pertama, indikasi kedarutan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Kedua Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan disebutkan, bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan bagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 1 miliar.
“Negara Indonesia telah mengatur jelas, dan hadir untuk memastikan bahwa tindakan aborsi dilarang untuk melindungi serta menjamin hak untuk hidup dan bertahan hidup bagi setiap manusia termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia. Sementara itu, jika adanya indikasi-indikasi khusus seperti kedaruratan medis yang mengancam serta kehamilan akibat perkosaan maka tindakan aborsi dikecualikan,” jelas Ratna.
Baca Juga: Majunya Prabowo Masih Misteri, Calon Next Jokowi Diklaim Baru Anies Baswedan Sendiri: Sudah Resmi
KemenPPPA sesuai dengan tugas dan fungsinya akan terus mengawal kasus tersebut dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, KemenPPPA memandang penting untuk dapat dilakukan pemberian informasi dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, serta bahaya dan akibat melakukan aborsi, untuk mencegah terjadinya kasus-kasus aborsi ilegal.
KemenPPPA bersama dengan Dinas pengampu urusan perempuan dan anak di Daerah, juga Kementerian/Lembaga terkait lainnya akan terus terus berupaya melakukan sosialisasi dan pemberian edukasi tersebut, sehingga dapat memastikan menurunnya angka kasus aborsi ilegal.
“Kami dan instansi terkait lainnya akan terus memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat mendapatkan edukasi, informasi, dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, khususnya ancaman yang mungkin di dapatkan akibat tindakan aborsi ilegal,” tutur Ratna.
Baca Juga: Tiba-tiba Balik Dukung Prabowo Lagi, Ternyata Ferdinand Hutahaean Punya Ambisi: Saya Ada Rencana...
Dalam kesempatan tersebut, Ratna juga mengajak semua perempuan yang mengalami mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani mengungkap kasus kekerasan yang dialami. Masyarakat dapat melaporkan kasus kekerasan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement