BNPP, Pemda Nunukan, dan Kementerian Terkait Bahas Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak Usia Dini
Kasus perkawinan anak usia dini mengalami kenaikan, salah satu daerah perbatasan negara yang mengalami kenaikan kasus ini adalah Kabupaten Nunukan. Untuk itu, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengajak Kementerian terkait untuk membahas langkah pencegahan dan penanganannya.
Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan BNPP, Letjen TNI (Purn) Jeffry Apoly Rahawarin, menyampaikan bahwa perkawinan anak usia dini memiliki berbagai dampak, di antaranya ketidakmampuan melakukan pemenuhan fungsi rumah tangga dengan baik sehingga menimbulkan masalah baru seperti anak terlantar, anak berhadapan dengan hukum, dan berbagai masalah sosial anak lainnya.
Baca Juga: Pos Indonesia Dukung BNPP Jaga Kedaulatan Perbatasan NKRI Melalui Prangko dan Kodepos
Jeffry menerangkan, salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya perkawinan anak usia dini ialah kurangnya pengetahuan orang tua terkait dampak dari pernikahan dini, tingkat pendidikan yang rendah, serta kurangnya sarana dan prasarana di kawasan perbatasan, salah satunya di bidang pendidikan.
Tingginya angka perkawinan anak usia dini juga merupakan dampak dari infrastruktur pendidikan di kawasan perbatasan, di mana beberapa di antaranya masih terkendala jauhnya akses sehingga anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan memilih untuk menikah muda.
Ia mengatakan, pencegahan perkawinan anak usia dini merupakan salah satu arahan Presiden kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Tahun 2020-2024. Hal ini pun juga menjadi perhatian Menteri Dalam Negeri selaku Kepala BNPP, Muhammad Tito Karnavian.
Dalam Rapat Fasilitasi Pelaksanaan dan Koordinasi Pencegahan Penanganan Perkawinan Anak Usia Dini di Kawasan Perbatasan Negara, di Hotel Grand Mercure Harmoni, Gambir, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu, Jeffry menjelaskan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan pernikahan dini dianggap wajar adalah masyarakat salah menafsirkan agama, budaya, dan adat istiadat sebagai pembenar praktik perkawinan anak usia dini.
"Perkawinan anak usia dini adalah pelanggaran hak anak yang dampaknya akan terlihat lima tahun ke depan sehingga harus dihentikan. Di satu sisi, hal ini merupakan ancaman terhadap pembangunan manusia," jelas Jeffry, dikutip dari keterangan tertulis yang diterima, dikutip Minggu (12/2/2023).
Dalam rapat, BNPP telah berdiskusi dengan Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Kabupaten Nunukan, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Nunukan, Kepala Kantor Agama Kabupaten Nunukan, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Nunukan, Pejabat dan Staf pada Ditjen Rehabilitasi Sosial dari Kementerian Sosial, Pejabat dan Staf pada Asisten Deputi Pemenuhan Anak atas Pengasuhan dan Lingkungan Kementerian PPPA, Staf Khusus Mendagri Bidang Pemerintahan Desa dan Pembangunan Perbatasan dari Kementerian Dalam Negeri, serta Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama.
Jeffry menuturkan, rapat tersebut menghasilkan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti terkait pencegahan dan penanganan perkawinan anak usia dini di perbatasan negara.
Baca Juga: Kasus Perkawinan Anak Tinggi di Ponorogo, Menteri PPPA Tegas: Tak Boleh Terjadi Lagi!
"Kemensos siap berkolaborasi melalui program-program khusus di kawasan perbatasan bersama Pemda dan BNPP mengenai upaya pencegahan nikah dini melalui sosialisasi dan pendampingan. Dalam hal ini, pendampingan bisa dilakukan oleh pendamping sosial, tenaga kesejahteraan sosial, relawan sosial, dan pendamping sosial yang ada di Kemensos," terang Jeffry.
Sosialisasi yang masif juga perlu dilakukan kepada orang tua dan anak-anak di daerah perbatasan negara melalui camat dan seluruh instansi yang berhubungan seperti dinas sosial, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dokter, pengadilan agama, dan komponen lain yang berkaitan.
Lanjut Jeffry, pemenuhan sarana dan prasarana tidak kalah pentingnya, dalam hal ini dengan dibangunnya Boarding School dan Sanggar kegiatan belajar untuk remaja perempuan yang telah putus sekolah serta adanya dukungan moda transportasi untuk menunjang peningkatan pendidikan di kawasan perbatasan.
Jeffry mengatakan, Kementerian PPPA dan Kemenag mempunyai program yang beragam. Maping permasalahan-permasalahan yang menyebabkan pernikahan dini telah dilakukan, tinggal disesuaikan dengan masing-masing wilayah sehingga dapat diimplementasikan.
"Diharapkan agar program ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu di Kabupaten Nunukan berkolaborasi dengan Pemda Nunukan agar menjadi pilot project," lanjutnya.
Di samping itu, Pemda diharapkan dapat terus memberikan sosialisasi secara masif dengan stakeholder terkait dengan melibatkan masyarakat. Untuk selanjutnya, Kedeputian Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan melalui Keasdepan Infrastruktur Pemerintahan akan memantau dan menindaklanjuti pembahasan rapat bersama dengan Pemda Nunukan.
"Hasil rapat koordinasi akan menjadi atensi dan rekomendasi oleh pemangku kebijakan di Kabupaten Nunukan dan di monitor oleh Kedeputian III BNPP melalui peninjauan lapangan pada awal Semester II Tahun 2023," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement