Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tak Hanya ke Penerimaan Negara, IHT Buka Lapangan Kerja, Revisi PP 109/2012 Masih Diperlukan?

Tak Hanya ke Penerimaan Negara, IHT Buka Lapangan Kerja, Revisi PP 109/2012 Masih Diperlukan? Kredit Foto: Annisa Nurfitriyani
Warta Ekonomi, Jakarta -

Industri Hasil Tembakau (IHT) disebut memiliki kontribusi besar bukan hanya terhadap penerimaan negara tetapi juga lapangan kerja dan perputaran ekonomi masyarakat.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyebut, pada 2023, penerimaan cukai IHT diperkirakan akan mencapai Rp228 triliun oleh Kementerian Keuangan. Angka tersebut naik sekitar Rp 19,96 triliun atau sekitar 95 persen dibandingkan tahun lalu.

Oleh sebab itu, lanjut Tauhid, perlu adanya rumusan formula baku dengan tetap memperhatikan dimensi pengendalian (kesehatan), tenaga kerja, penerimaan negara, peredaran rokok illegal dan petani tembakau dengan mempertimbangkan data update tiap tahunnya.

Baca Juga: Desakan Revisi PP 109/2012, Wujud Nyata Denormalisasi Ekosistem Pertembakauan

"Dilihat kembali efektifitas PP 109/2012 terhadap prevalensi merokok anak dan pengaruh pencantuman gambar dan tulisan sebesar 40%," kata Tauhid, pada acara Diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) bertema “Revisi PP 109/2012, Wujud Nyata Denormalisasi Industri Hasil Tembakau Nasional” di Jakarta, Selasa (14/2).

Baca Juga: Gaprindo Minta Pemerintah Tidak Merevisi PP 109/2012: Semua Desakan Kemenkes Sudah Tercantum Kok

Pemerintah diketahui, bakal merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Langkah tersebut dianggap tidak perlu dilakukan karena  hanya akan semakin menekan Industri Hasil Tembakau (IHT). 

“Poin-poin revisi yang didorong oleh Kementerian Kesehatan secara jelas sudah tercantum dalam PP 109/2012 yang berlaku saat ini,” ujar Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wahyudi, dalam kesempatan yang sama. 

Sementara itu, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, mengungkap bila revisi PP 109 Tahun 2012 dapat membuat kelangsungan iklim usaha IHT, sebuah usaha yang legal, menjadi semakin restriktif di Indonesia. “Padahal, kalau mengacu kepada ketentuan perundangan-undangan, seharusnya ditekankan pada pengendalian, bukan pada pelarangan,” ujarnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: