Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kualitas Bangunan Top Bisa Selamatkan Banyak Nyawa dalam Gempa Turki? Ini Jawaban Para Pakar

Kualitas Bangunan Top Bisa Selamatkan Banyak Nyawa dalam Gempa Turki? Ini Jawaban Para Pakar Kredit Foto: Reuters/Suhaib Salem
Warta Ekonomi, Washington -

Turki masih dalam keadaan darurat, terhuyung-huyung akibat gempa awal pekan lalu, yang menewaskan sedikitnya 35.000 orang. Kini muncul kasus saling menyalahkan.

Pemerintah Turki merespons gempa dengan terburu-buru menghukum sekelompok orang di tengah kesedihan, duka, dan kemarahan, bahkan frustrasi.

Baca Juga: Ngecek Bantuan China buat Turki, Enggak Tanggung-tanggung Totalnya 254 Ton!

Turki sebagian besar masih berfokus pada tanggap darurat, dengan menunggu tim bantuan dan penyelamat. Selain itu, hadir pula kemarahan terhadap kebijakan sebelum gempa bumi, tentang bagaimana konstruksi bangunan yang buruk dapat memperburuk kehancuran akibat bencana.

Kementerian Kehakiman Turki pada akhir pekan ini mengatakan bahwa 134 orang sedang diselidiki atas peran mereka dalam membangun gedung yang runtuh selama gempa. Setidaknya 10 orang ditangkap, dan segelintir lainnya dilarang bepergian ke luar negeri, lapor New York Times.

Beberapa dari mereka yang ditangkap mencoba melarikan diri. Kementerian Kehakiman Turki juga mengatakan sedang membentuk biro investigasi kejahatan gempa bumi untuk menyelidiki kematian dan cedera. Vox melaporkan, tela mengirim email ke kementerian untuk memberikan komentar tetapi belum menerima tanggapan.

“Kami akan menindaklanjuti ini dengan cermat sampai proses peradilan yang diperlukan selesai, terutama untuk bangunan yang mengalami kerusakan berat dan bangunan yang menyebabkan kematian dan luka-luka,” kata Wakil Presiden Fuat Oktay kepada wartawan dalam jumpa pers hari Sabtu (11/2/2023).

Ini terlihat seperti upaya pertanggungjawaban, tetapi jauh dari perhitungan yang kuat tentang kegagalan gempa Turki.

Masalahnya, Turki berada di sepanjang dua garis patahan utama. Setelah gempa bumi tahun 1999 yang mematikan, negara itu mengesahkan kode bangunan yang lebih ketat, tetapi tidak ditegakkan secara konsisten.

Celakanya, banyak pembangun dan kontraktor berlaku curang. Mereka mengambil jalan pintas atau menggunakan bahan yang lebih rendah.

Ada juga kemungkinan inspektur dan pejabat kota dan negara bagian yang mengeluarkan izin padahal seharusnya tidak, atau yang mengabaikannya.

Ada orang yang melobi untuk (dan politisi yang mendukung) undang-undang amnesti untuk bangunan, yang pada dasarnya mengesampingkan peraturan atas nama konstruksi cepat dan keuntungan.

“Gempa bumi adalah fenomena alam. Ya, itu terjadi. Tetapi konsekuensi dari gempa bumi, menurut saya, cukup bersifat pemerintahan dan politik dan administratif,” kata Hisyar Ozsoy, wakil ketua Partai Rakyat Demokratik dan anggota oposisi Parlemen yang mewakili Diyarbakir, sebuah kota di dekat kehancuran gempa.

Semua ini terjadi di bawah pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang bersama dengan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), telah berkuasa selama sekitar dua dekade.

Erdogan menjadikan masifnya pembangunan konstruksi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Turki. Pada saat yang sama, dia mengkonsolidasikan kekuasaannya atas institusi, pers, dan peradilan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, yang terjadi bersamaan dengan erosi demokrasi, menciptakan lapisan korupsi dan salah urus pemerintah yang memungkinkan kontraktor membangun gedung seperti yang mereka lakukan.

“Ini sangat banyak tentang keseluruhan sistem yang dibangun Erdogan, bukan hanya politiknya, tetapi juga ekonomi di baliknya,” kata Sebnem Gumuscu, seorang profesor ilmu politik di Middlebury College yang telah mempelajari demokrasi dan otoritarianisme di Turki.

“Seluruh sistem dibangun di sekitar jaringan korup ini, jaringan kroni, dan itu semua tingkatan: tingkat lokal, tingkat nasional, cabang partai lokal, konstruksi lokal, pengembang semuanya bersama-sama,” terangnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: