Indonesia Re Siapkan Sejumlah Langkah Mitigasi Risiko, Jika Hardening Market Asuransi Berlanjut
PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re telah menyiapkan langkah mitigasi risiko bila hardening market atau penaikan harga dan pengetatan syarat dan ketentuan (terms and condition) masih berlanjut.
Direktur Manajemen Risiko, Kepatuhan, SDM dan Corporate Secretary Indonesia Re, Robbi Yanuar Walid, menjelaskan kondisi hardening market ditandai dengan ketidakmampuan reasuransi untuk membeli kapasitas yang diinginkan. Bila terus berlanjut, jelas dia, kondisi ini akan berdampak pada kinerja industri reasuransi.
“Jika hal ini berlangsung terus maka akan berdampak pada pertumbuhan bisnis, hasil underwriting dan akhirnya berujung pada pendapatan dan laba,” jelas Robbi.
Baca Juga: Hadapi Hardening Market, Indonesia Re Dorong Knowledge Based Businesss di Industri Asuransi dan Reasuransi
Bila kondisi itu masih berlanjut, jelasnya, Indonesia Re akan terus melakukan sejumlah langkah yang selama ini telah diupayakan. Perusahaan telah mempersiapkan beberapa mitigasi risiko baik dari sisi risiko asuransi, operasional, kepatuhan dan pasar.
“Selain itu, Indonesia Re akan menekan biaya retrosesi dengan melakukan review dan melakukan optimasi atas coverage retrosesi, eksplorasi bisnis baru untuk mendukung pengembangan bisnis, berkomunikasi intensif dengan para klien, serta melakukan monitoring atas portfolio dari bisnis yang telah ditutup,” jelasnya.
Robbi melanjutkan, pihaknya telah mengidentifikasi tiga risiko untuk dimitigasi yakni risiko asuransi, risiko kepatuhan dan risiko pasar.
Secara spesifik, dalam hal risiko asuransi, Perseroan telah mempersiapkan sejumlah strategi underwritting diantaranya adalah mengkaji lini bisnis dan diferensiasi portfolio, meningkatkan kualitas underwriting untuk menghasilkan portfolio dengan loss ratio yang lebih rendah, dan mencari bisnis baru untuk mendorong pertumbuhan bisnis yang sehat dan menguntungkan.
“Selain itu, kami pun terus meningkatkan kualitas data untuk mendapatkan hasil analisa yang lebih baik dalam hal mendapatkan pricing, penentuan retensi dan limit,” terangnya.
Selanjutnya, untuk risiko kepatuhan, perusahaan pelat merah relah menyiapkan strategi berupa pemilihan retrocessioner dengan hati-hati agar persyaratan dukungan retrosesi masih dalam ketentuan rating yang dipersyaratkan oleh regulator (pasal 28 POJK Nomor 14/pojk.05/2015 bahwa wajib memiliki panel retrosesi dengan peringkat BBB).
Baca Juga: Indonesia Re Catat Kinerja Moncer di Lini Bisnis Harta Benda
Terakhir, dalam hal risiko pasar, Robbi menegaskan, pihaknya mengoptimalkan upaya untuk menjaga portfolio investasi yang sehat dengan mengkaji dan melaksanakan strategi investasi secara berkala dan dinamis, mengikuti perkembangan pasar dan kondisi internal perusahaan.
“Pengelolaan investasi yang terukur, dengan bersikap hati-hati (Prudent), memenuhi dan mengikuti kebijakan yang berlaku (Compliance), mengidentifikasi risiko yang menghambat tercapainya sasaran pengelolaan investasi (Risk Based Investment), memaksimalkan tingkat pengembalian yang diharapkan dan menjaga keseimbangan pemenuhan target hasil investasi, kesehatan portofolio investasi dan solvabilitas ” tukasnya.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khairat mengatakan Indonesia Re juga telah mengembangkan tools untuk mendapatkan pricing yang memadai dengan risiko yang akan diterima.
“Untuk sektor fakultatif adalah menaikkan rate dan mencoba untuk menurunkan komisi dalam proses akseptasi dan disadari hal ini merupakan tantangan yang berat di 2023,” jelasnya.
Kendati begitu, Delil mengatakan secara umum para cedant memahami kondisi hardening market. Dengan begitu, pada umumnya para asuransi pemberi sesi memahami langkah perbaikan pada sejumlah areas of concern Indonesia Re untuk treaty renewal Januari 2023.
Sejumlah areas of concern antara lain pricing treaty, yaitu dengan kenaikan tarif premi pada treaty non-proportional dan penurunan komisi atau deduction pada treaty proportional, penurunan kapasitas dan penyesuaian struktur untuk mengejar treaty balance tiap-tiap program milik cedant, dan pengelolaan risk concentration and accumulation dengan melakukan pembatasan koasuransi dan inward acceptance pada cedant.
“Selain itu ada transparansi data dengan reporting basis cession, serta penyesuaian terms & conditions pada treaty,” tambah Delil.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement