Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menegaskan semangat partainya untuk mengedepankan politik yang santun dan damai. Hal ini untuk menjaga kestabilan politik dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Bagi kita di Golkar, hal ini diimplementasikan dengan politik yang santun, politik yang damai, politik yang di tengah. Tidak di kiri, tidak di kanan. Kita berada di tengah. Kita perjuangkan NKRI, kita perjuangkan kesejahteraan rakyat,” kata Airlangga.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dari Universitas Trunojoyo, Surokim Abdussalam mengatakan, sudah semestinya semangat untuk menjaga stabilitas bernegara menjadi roh jelang tahun politik.
"Di atas kepentingan kontestasi politik, semangat untuk menjaga stabilitas dan kondusifitas harus menjadi roh dan semangat utama dari kegiatan para politisi,” tegas Surokim, Senin (20/2).
Adapun sejumlah partai saling berkunjung, melakukan silaturahmi, misalnya Partai Nasdem, PKB yang bertandang ke Golkar. Dimana dalam pernyataannya, Ketum parpol tersebut mengungkapkan harapan mereka untuk menjaga situasi politik tetap terkendali menjelang tahun politik.
"Politik kebangsaan dan keindonesiaan harus menjadi penyemangat, sehingga silaturrahim politik harus terus digalakkan agar bisa memperkuat semangat kebersamaan,” kata Surokim.
Ia menegaskan bahwa polarisasi masih menjadi ancaman, apalagi di zaman ‘demokrasi digital’.
"Perkembangan demokrasi digital dan keswadayaan netizen membuat politik bisa menjadi kian bebas, liar, tak terkendali dan jika ini dihubungkan dengan tantangan ke depan maka diperlukan politik jalan tengah, yang bisa menguatkan semangat kebangsaan dan semangat persatuan sebagai bangsa,” jelas Surokim.
Tahun politik kali ini menjadi lebih menantang karena ada potensi resesi ekonomi negara-negara besar dunia, yang mungkin berimbas ke dalam Indonesia.
“Sejauh ini potensi untuk politik sekadar berbeda selalu lebih menge-depan, sementara tantangan ke depan terkait potensi resesi ekonomi dunia cukup mengkhawatirkan,” tandas Surokim.
Eksternal dan Internal
Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran Firman Manan menilai pesan 'politik yang beretika' yang disampaikan Ketum Golkar Airlangga bisa dimaknai secara eksternal dan internal.
Secara eksternal, pesan itu bisa diartikan ditujukan untuk seluruh warga bangsa, dari para pemilih hingga para elite politik.
"Karena ini tahun politik maka konteksnya memang terkait dengan persiapan menjelang Pemilu 2024, terutama Pilpres 2024," terang Firman.
Menurutnya, hal itu berkaitan dengan pengalaman di dua pemilu sebelumnya yakni 2014 dan 2019 yang sarat isu politik identitas, SARA, dan sampai terjadi pembelahan ekstrem di tingkat akar rumput.
"Jadi saya pikir, satu, membaca konteksnya Pak Airlangga ya tentu bicara etika politik dalam kontestasi menjelang Pemilu 2024," tambahnya.
Firman mengungkapkan pesan itu juga bisa dibaca sebagai pengingat untuk kader internal Golkar. Untuk berpolitik dengan cara-cara yang baik, santun, dan mengedepankan nilai demokrasi, dan itu tidak hanya berlaku untuk eksternal Partai Golkar.
Pesan itu bisa jadi dialamatkan untuk internal Golkar dalam menjalankan roda organisasi.
"Saya pikir pesan itu juga ke internal Golkar. Bahwa secara internal, dalam berpartai itu harus menggunakan politik yang beretika," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement